BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kedinamisan merupakan salah satu ciri kehidupan
masyarakat manusia. Kehidupan masyarakat manusia yang dinamis ditandai dengan
perubahan-perubahan sosial dan budaya yang secara jelas dapat terlihat melalui
berbagai benda hasil budaya dan aktivitas-aktivitas kehidupannya. Perubahan
sosial budaya yang dialami manusia dapat dijelaskan sebagai proses penyesuaian
hidup manusia dengan konstelasi yang ada, seperti yang ditegaskan oleh Gillin
dan Gillin (Soekanto, 1994), perubahan sosial dapat dipandang sebagai suatu
variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, yang disebabkan baik karena
perubahan-perubahan kondisi geografis, kebutuhan materil, komposisi penduduk,
ideologi, maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penumuan baru dalam
masyarakat tersebut.
Perubahan yang dialami manusia bukanlah suatu
penyimpangan, karena pandangan tersebut adalah suatu mitos yang perlu
dihilangkan dari pandangan mengenai perubahan (Lauer, 1993).
Setiap perubahan sosial selalu mencakup pula perubahan
budaya, dan perubahan budaya akanmencakup juga perubahan sosial. Sosiatri
merupakan ilmu sosial terapan (applied science), yang dalam pengembangannya
mengandalkan realita yang terjadi di dalam masyarakat, berkaitan dengan masalah
sosial yang perlu diselesaikan (pandangan awal perkembangan) dan penyesuaian
kebutuhan dengan sumber daya yang ada (pandangan hasil perkembangan). Realita
dalam masyarakat yang terus mengalami perubahan memiliki dimensi perubahan
sosial. Sementara itu, secara keilmuan, pengembangan kajian, penelitian, dan
teori-teori baru juga dituntut dari sosiatri, baik melalui hasil kerja lapangan
(penelitian dan proyek sosiatri), maupun melalui berbagai kegiatan seminar dan
diskusi.
Aktivitas ilmiah mempermudah perubahan budaya. Inovasi
baru di bidang keilmuan memperoleh ruang dan kesempatan formal. Kajian
perubahan dalam sosiatri dapat dipadukan dengan konsep paradigma dari Khun
(Ritzer, 1991).
B.
Permasalahan
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas maka permasalahan
yang akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana hubungan antropologi dan
sosiologi dalam perkembangan kehidupan manusia.
C.
Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui
hubungan antropologi dan sosiologi dalam perkembangan kehidupan manusia.
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Definisi
Antropologi
Antropologi
adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari tentang
budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal
dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat
istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa. Terbentuklah ilmu
antropologi dengan melalui beberapa fase. Antropologi lebih memusatkan pada
penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat
yang tinggal daerah yang sama, antropologi mirip seperti sosiologi tetapi pada
sosiologi lebih menitik beratkan pada masyarakat dan kehidupan sosialnya.
Koentjaraninggrat
menyusun perkembangan ilmu Antropologi menjadi empat fase sebagai berikut: Fase
Pertama (Sebelum tahun 1800-an), sekitar abad ke-15-16, bangsa-bangsa di Eropa
mulai berlomba-lomba untuk menjelajahi dunia. Mulai dari Afrika, Amerika, Asia,
hingga ke Australia. Dalam penjelajahannya mereka banyak menemukan hal-hal
baru. Mereka juga banyak menjumpai suku-suku yang asing bagi mereka.
Kisah-kisah petualangan dan penemuan mereka kemudian mereka catat di buku
harian ataupun jurnal perjalanan. Mereka mencatat segala sesuatu yang
berhubungan dengan suku-suku asing tersebut. Mulai dari ciri-ciri fisik,
kebudayaan, susunan masyarakat, atau bahasa dari suku tersebut. Bahan-bahan
yang berisi tentang deskripsi suku asing tersebut kemudian dikenal dengan bahan
etnogragfi atau deskripsi tentang bangsa-bangsa. Bahan etnografi itu menarik
perhatian pelajar-pelajar di Eropa. Kemudian, pada permulaan abad ke-19
perhatian bangsa Eropa terhadap bahan-bahan etnografi suku luar Eropa dari
sudut pandang ilmiah, menjadi sangat besar. Karena itu, timbul usaha-usaha
untuk mengintegrasikan seluruh himpunan bahan etnografi.
Fase
Kedua (tahun 1800-an), Pada fase ini, bahan-bahan etnografi tersebut telah
disusun menjadi karangan-karangan berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat
pada saat itu. masyarakat dan kebudayaan berevolusi secara perlahan-lahan dan
dalam jangka waktu yang lama. Mereka menganggap bangsa-bangsa selain Eropa
sebagai bangsa-bangsa primitif yang tertinggal, dan menganggap Eropa sebagai
bangsa yang tinggi kebudayaannya. Pada fase ini, Antopologi bertujuan akademis,
mereka mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk
memperoleh pemahaman tentang tingkat-tingkat sejarah penyebaran kebudayaan
manusia.
Fase
Ketiga (awal abad ke-20), pada fase ini, negara-negara di Eropa berlomba-lomba
membangun koloni di benua lain seperti Asia, Amerika, Australia dan Afrika.
Dalam rangka membangun koloni-koloni tersebut, muncul berbagai kendala seperti
serangan dari bangsa asli, pemberontakan-pemberontakan, cuaca yang kurang cocok
bagi bangsa Eropa serta hambatan-hambatan lain. Dalam menghadapinya, pemerintahan
kolonial negara Eropa berusaha mencari-cari kelemahan suku asli untuk kemudian
menaklukannya. Untuk itulah mereka mulai mempelajari bahan-bahan etnografi
tentang suku-suku bangsa di luar Eropa, mempelajari kebudayaan dan
kebiasaannya, untuk kepentingan pemerintah kolonial. Pada fase ini, Antropologi
berkembang secara pesat. Kebudayaan-kebudayaan suku bangsa asli yang di jajah
bangsa Eropa, mulai hilang akibat terpengaruh kebudayaan bangsa Eropa. Pada
masa ini pula terjadi sebuah perang besar di Eropa, Perang Dunia II. Perang ini
membawa banyak perubahan dalam kehidupan manusia dan membawa sebagian besar
negara-negara di dunia kepada kehancuran total. Kehancuran itu menghasilkan
kemiskinan, kesenjangan sosial, dan kesengsaraan yang tak berujung. Namun pada
saat itu juga, muncul semangat nasionalisme bangsa-bangsa yang dijajah Eropa
untuk keluar dari belenggu penjajahan. Sebagian dari bangsa-bangsa tersebut
berhasil mereka. Namun banyak masyarakatnya yang masih memendam dendam terhadap
bangsa Eropa yang telah menjajah mereka selama bertahun-tahun. Proses-proses
perubahan tersebut menyebabkan perhatian ilmu antropologi tidak lagi ditujukan
kepada penduduk pedesaan di luar Eropa, tetapi juga kepada suku bangsa di
daerah pedalaman Eropa seperti suku bangsa Soami, Flam dan Lapp.
B.
Definisi Sosiologi
Sosiologi adalah pengetahuan atau ilmu tentang sifat masyarakat,
perilaku masyarakat, dan perkembangan masyarakat. Sosiologi merupakan cabang
Ilmu Sosial yang mempelajari masyarakat dan pengaruhnya terhadap kehidupan
manusia. Sebagai cabang Ilmu, Sosiologi dicetuskan pertama kali oleh ilmuwan Perancis, August
Comte. Comte kemudian dikenal sebagai Bapak Sosiologi. Namun demikian,
sejarah mencatat bahwa Émile
Durkheim ilmuwan sosial Perancis yang kemudian berhasil melembagakan
Sosiologi sebagai disiplin akademis. Sebagai sebuah ilmu, sosiologi
merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran
ilmiah dan dapat di kontrol secara kritis oleh orang lain atau umum.
Sosiologi merupakan sebuah istilah yang berasal dari
kata latin socius yang artinya teman, dan logos dari kata Yunani yang berarti
cerita, diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul “Cours De
Philosophie Positive” karangan August
Comte (1798-1857). Sosiologi muncul sejak ratusan, bahkan ribuan tahun yang
lalu. Namun sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari masyarakat
baru lahir kemudian di Eropa.
BAB III
PEMBAHASAN
Antropologi
bukanlah satu satunya ilmu yang mempelajari
manusia. Ilmu-ilmu lain seperti ilmu Politik yang mempelajari kehidupan politik
manusia, ilmu Ekonomi yang mempelajari ekonomi manusia atau ilmu Fisiologi yang
mempelajari tubuh manusia dan masih banyak lagi ilmuilmu lain, juga mempelajari
manusia. Tetapi ilmu-ilmu ini tidak mempelajari atau melihat manusia secara
menyeluruh atau dalam ilmu Antropologi disebut dengan Holistik, seperti yang
dilakukan oleh Antropologi. Antropologi berusaha untuk melihat segala aspek
dari diri mahluk manusia pada semua waktu dan di semua tempat, seperti: Apa
yang secara umum dimiliki oleh semua manusia? Dalam hal apa saja mereka itu
berbeda? Mengapa mereka bertingkah-laku seperti itu? Ini semua adalah beberapa
contoh pertanyaan mendasar dalam studi-studi Antropologi.
A.
Hubungan Antropologi Dengan Ilmu Lain
Seperti
ilmu-ilmu lain, Antropologi juga mempunyai spesialisasi atau pengkhususan.
Secara umum ada 3 bidang spesialisasi dari Antropologi, yaitu Antropologi Fisik
atau sering disebut juga dengan istilah Antropologi Ragawi. Arkeologi dan
Antropologi Sosial-Budaya.
1.
Antropologi
Fisik
Antropologi Fisik tertarik pada sisi fisik
dari manusia. Termasuk didalamnya mempelajari gen-gen yang menentukan struktur
dari tubuh manusia. Mereka melihat perkembangan mahluk manusia sejak manusia
itu mulai ada di bumi sampai manusia yang ada sekarang ini. Beberapa ahli
Antropologi Fisik menjadi terkenal dengan penemuan-penemuan fosil yang membantu
memberikan keterangan mengenai perkembangan manusia. Ahli Antropologi Fisik
yang lain menjadi terkenal karena keahlian forensiknya; mereka membantu dengan
menyampaikan pendapat mereka pada sidang-sidang pengadilan dan membantu pihak
berwenang dalam penyelidikan kasus-kasus pembunuhan.
2.
Arkeologi
Ahli Arkeologi bekerja mencari benda-benda
peninggalan manusia dari masa lampau. Mereka akhirnya banyak melakukan
penggalian untuk menemukan sisa-sisa peralatan hidup atau senjata. Benda –benda ini adalah barang tambang
mereka. Tujuannya adalah menggunakan bukti-bukti yang mereka dapatkan untuk
merekonstruksi atau membentuk kembali model-model kehidupan pada masa lampau.
Dengan melihat pada bentuk kehidupan yang direnkonstruksi tersebut dapat dibuat
dugaan-dugaan bagaimana masyarakat yang sisa-sisanya diteliti itu hidup atau
bagaimana mereka datang ketempat itu atau bahkan dengan siapa saja mereka itu
dulu berinteraksi.
3.
Antropologi
Sosial-Budaya
Antropologi Sosial-Budaya atau lebih sering
disebut Antropologi Budaya berhubungan dengan apa yang sering disebut dengan
Etnologi. Ilmu ini mempelajari tingkah-laku manusia, baik itu tingkah-laku
individu atau tingkah laku kelompok. Tingkah-laku yang dipelajari disini bukan
hanya kegiatan yang bisa diamati dengan mata saja, tetapi juga apa yang ada
dalam pikiran mereka. Pada manusia, tingkah-laku ini tergantung pada proses
pembelajaran. Apa yang mereka lakukan adalah hasil dari proses belajar yang
dilakukan oleh manusia sepanjang hidupnya disadari atau tidak. Mereka
mempelajari bagaimana bertingkah-laku ini dengan cara mencontoh atau belajar
dari generasi diatasnya dan juga dari lingkungan alam dan sosial yang ada
disekelilingnya. Inilah yang oleh para ahli Antropologi disebut dengan
kebudayaan.
Kebudayaan
dari kelompok-kelompok manusia, baik itu kelompok kecil maupun kelompok yang
sangat besar inilah yang menjadi objek spesial dari penelitian-penelitian
Antropologi Sosial Budaya. Dalam perkembangannya Antropologi Sosial-Budaya ini
memecah lagi kedalam bentuk-bentuk spesialisasi atau pengkhususan disesuaikan
dengan bidang kajian yang dipelajari atau diteliti. Antroplogi Hukum yang
mempelajari bentuk-bentuk hukum pada kelompok-kelompok masyarakat atau
Antropologi Ekonomi yang mempelajari gejala-gejala serta bentuk-bentuk
perekonomian pada kelompok-kelompok masyarakat adalah dua contoh dari sekian
banyak bentuk spesialasi dalam Antropologi Sosial-Budaya.
Perkembangan
antropologi dan sosiologi sebagai ilmu pengetahuan, sebagian tergantung pada
data yang diperoleh dari dan mengenai informan atau responden, dan sebagian
lainnya dari metode ilmiah dan imajinasi ilmiah yang telah dikembangkannya.
Data yang diperoleh digunakan untuk pengembangan teori-teori dan
pendekatan-pendekatan serta metodologi; dan juga untuk dapat digunakan untuk
kepentingan-kepentingan praktis bagi kebijaksanaan untuk merubah cara-cara
hidup tertentu dari para informan atau responden agar sesuai dengan dan
mendukung program-program pembangunan yang telah digariskan oleh pemerintah
atau untuk kepentingan praktis lainnya yang dikelola oleh badan-badan atau
yayasan-yayasan swasta domestik maupun luar negeri.
B.
Hubungan Antropologi dan Sosiologi
Seorang manusia akan memiliki perilaku yang berbeda
dengan manusia lainnya walaupun orang tersebut kembar siam. Ada yang baik hati
suka menolong serta rajin menabung dan ada pula yang prilakunya jahat yang suka
berbuat kriminal menyakitkan hati. Manusia juga saling berhubungan satu sama
lainnya dengan melakukan interaksi dan membuat kelompok dalam masyarakat.
Hal-hal tersebut dapat dikaji dengan pendekatan antropologi dan sosiologi.
Sosiologi berasal dari bahasa yunani yaitu kata socius
dan logos, di mana socius memiliki arti kawan / teman dan logos berarti kata
atau berbicara. Menurut Bapak Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, sosiologi
adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk
perubahan-perubahan sosial.
Menurut ahli sosiologi lain yakni Emile Durkheim,
sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari fakta-fakta sosial, yakni fakta
yang mengandung cara bertindak, berpikir, berperasaan yang berada di luar
individu di mana fakta-fakta tersebut memiliki kekuatan untuk mengendalikan
individu.
Objek dari sosiologi adalah masyarakat dalam berhubungan
dan juga proses yang dihasilkan dari hubungan tersebut. Tujuan dari ilmu
sosiologi adalah untuk meningkatkan kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri
atau beradaptasi dengan lingkungan sosialnya. Pokok bahasan dari ilmu sosiologi
adalah seperti kenyataan atau fakta sosial, tindakan sosial, khayalan
sosiologis serta pengungkapan realitas sosial.
Antropologi berasal dari kata Yunani άνθρωπος (baca: anthropos)
yang berarti "manusia" atau "orang", dan logos yang
berarti ilmu. Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus
makhluk sosial. Antropologi memiliki dua sisi holistik dimana meneliti manusia
pada tiap waktu dan tiap dimensi kemanusiannya. Arus utama inilah yang secara
tradisional memisahkan antropologi dari disiplin ilmu kemanusiaan lainnya yang
menekankan pada perbandingan/ perbedaan budaya antar manusia. Walaupun begitu
sisi ini banyak diperdebatkan dan menjadi kontroversi sehingga metode
antropologi sekarang seringkali dilakukan pada pemusatan penelitan pada
pendudukyang merupakan masyarakat tunggal.
BAB
III
KESIMPULAN
Sosiologi dan antropologi adalah objek ilmu manusia.
Antropologi mempelajari budaya pada suatu kelompok masyarakat tertentu; ciri
fisiknya, adat istiadat dan kebudayaannya sedangkan sosiologi lebih menitik
beratkan pada manusia dan hubungan sosialnya. Antropologi lebih cenderung
ideografik, srtinya cenderung deskriptif, grounded, induktif. Teori dalam
antropologi lebih cenderung tebatas pada satu komunitas. Fokus studi
antropologi lebih banyak pada nilai-nilai dan perilaku khas sebuah komunitas.
Oleh karenanya, banyak yang mengkritik antropologi bukan
kategori sains. Para founding father ilmu sosial semisal Comte, Durkheim,
terobsesi agar ilmu sosial bisa diakui sebagai sains. Karenanya mereka menyusun
semacam "general principles" di mana pada dasarnya ada teori
universal tentang gejala sosial sebagaimana ada teori unversal tentang alam.
Muncullah istilah sosiologi untuk menunjukkan bahwa ilmu sosial adalah sebagai
sebuah sains.
DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat.
(1993). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.
Lauer,
Robert H. (1993). Perspektif tentang Perubahan Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.
Ritzer,
George, dan Douglas J. Goodman. (2003). Teori-teori Sosiologi Modern. Jakarta:
Predana Media.
Soekanto,
Soerjono. (1994). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press.
Soemardjan,
Selo, dan Soelaiman Soemardi. (1974). Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta:
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Soetomo.
(1987). Ilmu Sosiatri: Lahir dan berkembang dalam Keluarga Besar Ilmu Sosial.
Dalam Sosiatri, Ilmu, dan Metode. Ed. Agnes Sunartiningsih. Yogyakarta: Jurusan
Ilmu Sosiatri Fisipol UGM.
Sugiyanto. (2002). Lembaga
Sosial. Yogyakarta: Global Pustaka Utama. Wirjosumarto. Sartono. (1978).
Pengantar Ilmu Sosiatri. Yogyakarta: Fisipol UGM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar