Senin, 25 Mei 2015

Makalah Teori Hukum

BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang 
Teori merupakan sebuah keberadaan yang sangat penting dalam dunia hukum, karena hal tersebut merupakan konsep dasar yang dapat menjawab suatu masalah. Teori juga merupakan sarana yang memberikan rangkuman bagaimana memahami suatu masalah dalam setiap bidang ilmu pengetahuan hukum. Penting untuk seorang akademisi hukum mengetahui pengertian teori secara luas, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam membuat karya-karya ilmiah yang merupakan proses kegiatan seorang akademisi dalam kegiatan ilmiah maupun dalam suatu penelitian.
berikut ini merupakan pendapat beberapa pakar yang memberikan pengertian arti teori.
1.             Kartini Kartono menjelaskan bahwa teori adalah satu prinsip umum yang dirumuskan untuk menerangkan sekelompok gejala yang saling berkaitan.
2.             Ronny Hanitijo Soemitro berpendapat bahwa teori adalah serangkaian konsep, definisi, dan proposisi yang saling berkaitan dan bertujuan untuk memberikan gambaran yang sistematis tentang suatu fenomena.
3.             M. Solly Lubis mengemukakan bahwa teori adalah pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu sektor tertentu dalam disiplin keilmuan.
4.             S. Nasution menguraikan bahwa teori adalah susunan fakta yang saling berhubungan dalam bentuk sistematis, sehingga dapat dipahami fungsi dan peranan teori dalam penelitian ilmiah, mengarahkan, merangkum pengetahuan dalam sistem tertentu, serta meramalkan fakta.[1]
Teori menurut para pakar diatas berasal dari cabang-cabang ilmu lain, tergantung dari sudut mana memandang substansi teori tersebut, begitu pula dengan ilmu hukum yang luas sehingga terdapat banyak aliran teori atau mahzab yang lahir dari para sarjana.
Teori hukum selalu berkembang mengikuti perkembangan manusia serta mengikuti kebutuhan dan nilai-nilai yang hidup dalam manusia sehingga teori dapat dikatakan sebagai kajian fundamental dalam sebuah karya tulis. Makalah ini mencoba mengulas berbagai macam teori-teori hukum yang ada serta mahzab-mahzab yang dikemukakan oleh para sarjana. 

1.2            Ruang Lingkup Penelitian
 Penelitian ini mencakup penjelasan mengenai macam-macam teori hukum dan mahzab-mahzab serta menjelaskan secara eksplisit mengenai teori-teori tersebut. Perkembangan teori-teori tersebut sesuai dengan perkembangan tiap-tiap zaman menurut para pakar.

1.3            Tujuan dan Manfaat
Tujuan pembuatan makalah ini adalah
1.             Membantu pembaca memahami Teori-teori hukum dan Mahzab Mahzabnya.
2.             Menjelaskan secara umum bentuk-bentuk Teori-teori huukum dan mahzab-mahzabnya.

Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah:
1.             Memberikan pengetahuan macam-macam teori hukum dan mahzab secara umum kepada pembaca.
2.             Sebagai tugas akhir mata kuliah teori hukum.
 

BAB II
PEMBAHASAN
a.      Teori-teori Yunani 
Zaman romawi kuno dianggap sebagai sumber pemikiran tentang hukum dan filsafat, karena pada zaman ini memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide dan pendapatnya dan bersifat tidak menerima informasi begitu saja (receptive attitude) namun dengan sikap senang menyelidiki sesuatu secara kritis (an inquiring attitude), dengan sikap inilah muncul ahli hukum dan ahli pikir terkenal.
Plato hidup dalam (427-347 SM). Dilahirkan di kota Athena (Yunani) dan mempunyai murid bernama Aristoteles (384-322 SM) Plato peletak ajaran idealism, sedangkan Aristoteles mengembangkan ajaran realisme (kenyataan). Dalam pikiran Aristoteles bahwa hukum harus dibagi dalam dua kelompok, yaitu
1.             Hukum alam atau kodrat yang mencerminkan aturan alam. Hukum alam itu merupakan suatu hukum yang selalu berlaku dan tidak pernah berubah karena kaitannya dengan aturan alam, dan
2.             Hukum positif yang dibuat manusia. Pembentukan hukum ini selalu harus dibimbing oleh suatu rasa keadilan dengan prinsip equity (kesamaan) yang kemudian melahirkan keadilan distributif yang kemudian dikembangkan sebagai suatu perlakuan yang sama terhadap kesederajatan di hadapan hukum
(equality before the law), dan keadilan korektif (remedial).

b.      Hukum Alam
Lahirnya hukum alam pada dasarnya merupakan sejarah umat manusia dalam menemukan absolute justice (keadilan yang mutlak). Aliran hukum alam menyebutkan “hukum itu langsung bersumber dari Tuhan” bersifat universal dan abadi, serta antara hukum dan moral tidak dapat dipisahkan. 
Hukum alam sesungguhnya merupakan konsep yang mencakup banyak teori di dalamnya yang dikemukakan oleh para ahli hukum sehingga terdapat beberapa perbedaan pandangan, penilaian dalam menafsirkan, dan mengartikan hukum alam tersebut, berikut adalah pendapat menurut beberapa para ahli hukum.
1.      Soedjono Dirdjosisworo menjelaskan, bahwa hukum alam adalah ekspresi dari kegiatan manusia yang mencari keadilan sejati yang mutlak
2.      Surojo Wignjodipuro menjelaskan, bahwa hukum alam adalah hukum yang digambarkan berlaku adil, sifatnya kekal (tidak dapat diubah), berlaku dimanapun dan pada zaman apapun juga.
3.      Aristoteles mengatakan bahwa hukum alam adalah hukum yang oleh orangorang berpikiran sehat dirasakan sebagai selaras dengan kodrat alam.[2]
 
c.      Mazhab atau Aliran Sejarah (Historis)
Mahzab atau aliran sejarah tumbuh sebagai suatu reaksi terhadap dua kekuatan yang berkuasa dari zamannya yaitu Rasionalisme dengan kepercayaannya kepada hukum alam, kekuasaan akal dan prinsip, pada masa tersebut kepercayaan dan semangat revolusi Perancis dengan pemberontakannya terhadap kekuasaan dan tradisi, kepercayaannya pada akal dan kekuasaan kehendak manusia.
Ajaran pokok mazhab sejarah (historis) sebagai mana diuraikan oleh von Savigny mengatakan “bahwa hukum itu tak perlu diadakan kodifikasi, karena apa yang menjadi isi dari hukum itu ditentukan oleh pergaulan hidup manusia yang ditentukan dari masa ke masa.”
Savigny dan beberapa pengikutnya menyimpulkan ajaran pokok mazhab sejarah sebagai berikut
1.      Hukum ditermukan, tidak dibuat. Perkembangan hukum pada dasarnya adalah proses yang tidak disadari dan organis, oleh karena itu perundang-undangan adalah kurang penting dibandingkan adat dan kebiasaan.
2.      Hukum dipandang sebagai perkembangan hukum yang hidup dimasyarakat primitif mudah dipahami menuju hukum yang lebih kompleks dalam peradaban modern. Para ahli hukum merupakan suatu organ dari kesadaran umum, terikat pada tugas untuk membentuk dasar perundang-undangan, oleh karena itu ahli hukum sebagai badan pembuat perundang-undangan dianggap lebih penting daripada undang-undang itu sendiri
3.      Undang-undang tidak dapat berlaku atau dapat diterapkan secara universal karena setiap masyarakat mengembangkan hukum kebiasaannya sendiri, karena mempunyai bahasa, adat istiadat dan konstitusi yang khas.

d.      Teori Teokrasi
Teori teokrasi berkembang pada zaman abad pertengahan antara abad ke-5 sampai abad ke-15. Teori ini mengajarkan bahwa hukum berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, oleh sebab itu manusia diharuskan tunduk kepada hukum. Perintah tersebut dituliskan dalam kitab suci. Tinjauan mengenai hukum dikaitkan dengan kepercayaan dan agama dan ajaran tentang legitimasi kekuasaan hukum didasarkan atas kepercayaan dan agama.
Teori teokrasi mengajarkan pemimpin negara ditunjuk oleh Tuhan. Raja dan pemimpin negara hanya bertanggung jawab terhadap Tuhan dan tidak kepada siapapun, sehingga pelanggaran terhadap kekuasaan raja merupakan pelanggaran terhadap Tuhan sehingga raja dianggap sebagai wakil Tuhan dan tangan Tuhan di
Penganut teori teokrasi ini adalah Agustinus, Thomas Aquinas, dan Marsilius. Agustinus mengajarkan bahwa yang menjadi waki Tuhan di dunia adalah Paus (dari Vatikan). Thomas Aquinas mengajarkan bahwa Raja dan Paus mempunyai kekuasaan yang sama, hanya saja bidangnya berbeda. Raja dalam bidang keduniaan, sedangkan Paus bertugas dalam bidang keagamaan. Kemudian Marsilius berpendapat bahwa kekuasaan yang mewakili Tuhan adalah raja.

e.                 Teori Kedaulatan Rakyat
Menurut teori ini, kekuasaan yang paling tinggi terdapat dari rakyat yang diselenggarakan dari perwakilan berdasarkan suara terbanyak (general willvolonie generale). Tindak negara merupakan cerminan dari rakyat, juga semua peraturan perundang-undangan adalah penjelmaan kemauan rakyat.
Teori kedaulatan rakyat menjelaskan bahwa hukum adalah kemauan orang seluruhnya yang telah menyerahkan kepada organisasi bernama negara yang terlebih dahulu dibentuk dan diberi tugas membentuk hukum yang berlaku dalam masyarakat. Masyarakat sudah berjanji untuk mentaati hukum tersebut, maka teori ini dapat juga dikatakan sebagai teori perjanjian masyarakat.
Penganot teori ini adalah Jean Jacques Rousseau yang dalam karangan bukunya berjudul Le Contract Social, yang mengajarkan bahwa dengan perjanjian masyarakat, secara otomatis individu menyerahkan kebebasan hak serta wewenangnya kepada rakyat seluruhnya, sehingga suasana kehidupan alamiah berubah menjadi kehidupan bernegara.

f.                 Teori Kedaulatan Negara
Teori ini adalah kebalikan daripada teori kedaulatan rakyat dimana kekuasaan hukum tidak dapat didasarkan atas kemauan bersama seluruh masyarakat, tetapi hukum adalah penjelmaan kemauan negara, eksistensi hukum berkaitan dengan eksistensi negara. Karena itu kekuasaan tertinggi dipegang oleh negara.
Teori ini dipelopori oleh Hans Kelsen dalam karyanya berjudul Reine Rechtslehre, berpendapat hukum adalah tidak lain dari pada kemauan negara (wille des Staates). Menurut Hans Kelsen, orang taat kepada hukum karena merasa wajib mentaatinya sebagai perintah negara bukan karena negara menghendakinya.
g.                Teori Kedaulatan Hukum
Teori kedaualatan hukum timbul sebagai akibat dari penyangkalan terhadap teori kedaulatan negara yang memposisikan hukum lebih rendah daripada kedudukan negar. Negara tidak tunduk kepada hukum karena hukum diartikan sebagai perintah negara.
Teori kedaulatan hukum (rechts souvereiniteit) mengajarkan yang memiliki kekuasaan tertinggi adalah hukum. Karena raja ataupun penguasa, rakyat maupun negara tunduk kepada hukum. Penggagas teori kedaulatan hukum ini adalah Leon Duguit dalam karyanya Traite de Droit Constitusionel dan H. Krabbe dengan karyanya Kritische Darstellung der Staatslehre.

h.                Aliran Hukum Positivisme atau Utilitarisme
Aliran positivism muncul pada abad ke-19 dengan pemikiran para ahli yang kritis terhadap idealism yang terdapat dalam pemikiran hukum alam, dengan melihat kepada ralitas sosial yang terus berkembang pada masa itu. Aliran positivism mengatakan bahwa kaedah hukum dari kekuasaan negara yang tertinggi, dan sumbernya adalah hukum positif yang terpisah dari kaidah sosial, bebas pengaruh politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Aliran posotivisme dirintis oleh John Austin (1790-1859) seorang ahli filsafat hukum dari inggris dengan teorinya yang bernama Analytical Jurisprudence. Austin berpendapat bahwa hukum merupakan perintah dari subyek pemegang kekuasan tertinggi, atau pemegang kedaulatan, juga menganggap hukum sebagai suatu sistem yang logis, tetap, dan bersifat tertutup. Hukum secara tegas dipisahkan dari keadilan (dalam arti kesebandingan), dan hukum tidak didasarkan pada nilai-nilai yang baik atau buruk, namun didasarkan atas kekuasaan yang lebih tinggi.

i.                  Teori Hukum Murni
Teori ini dikemukakan oleh Hans Kelsen (1881-1973) dalam karyanya yang terkenal Reine Rechtslehre (ajaran hukum murni), Regemeine Staatslehre (ajaran umum tentang negara), General Theory of Law and State (teori umum tentang hukum dan negara) 
Teori hukum murni bertentangan dengan ilmu hukum yang bersifat ideologis, yaitu pengembangan hukum hanya sebagai alat pemerintahan negara-negara totaliter. Teori hukum murni ini menghendaki hukum harus dibersihkan dari unsur-unsur yang tidak yuridis seperti etis, sosiologis, politis dan sejarah. Teori hukum murni yang menolak unsur-unsur non yuridis dan tidak memberikan ruang untuk hukum kebiasaan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Hans Kelsen berpendapat bahwa satu-satunya obyek penyelidikan ilmu pengetahuan hukum adalah bersifat normative, artinya hukum berada dalam dunia sollen (yang seharusnya menurut hukum), bukan dalam sein (kenyataan dalam masyarakat).
Kemudian Hans Kelsen membentuk konsep Grundnorm  atau Stufenbau Theory, yaitu dalil yang menganggap bahwa semua hukum bersumber pada satu induk. Lebih detailnya dalah semua peraturan hukum diturunkan dari norma dasar (grundnorm). Norma dasar bersifat abstrak dan mengikat secara umum, yang kemudian peraturan-peraturan hukum lainnya mengacu pada norma dasar bersifat konkrit dan mengikat subyek tertentu. 

j.                  Teori atau Aliran Sosiologis
Teori atau aliran sosiologis menjelaskan bahwa hukum merupakan kenyataan apa yang menjadi kenyataan dalam masyarakat dan bagaimana secara fakta hukum diterima, tumbuh, dan berlaku dalam masyarakat. Teori ini dipelopori oleh Roscou Pound (Juris dari Amerika Serikat), Eugen Ehrlich (1826-1922), Emil Durkheim (1858-1917), dan Max Weber (1864-1920).
Max Weber seorang pakar hukum dan dianggap sebagai tokoh dalam sosiologi modern, Weber menganggap hukum merupakan segi yang sangat penting yang mendominasi masyarakat. Menurut Weber ada empat tipe ideal hukum, yaitu sebagai berikut.
1.      Hukum irrasionil dan materiil, yaitu diamana pembentukan undang-undang dan hakim mendasarkan keputusannya semata-mata pada nilai-nilai emosional tanpa merujuk kepada kaedah manapun
2.      Hukum irrasionil dan formil, yaitu dimana pembentuk undang-undang dan hakim berpedoman pada kaedah-kaedah di luar akal, karena didasarkan pada wahyu dan ramalan.
3.      Hukum rasionil dan materiil, dimana keputusan para pembentuk undangundang dan hakim menunjuk pada suatu kitab suci, kebijaksanaan penguasa atau ideology.
4.      Hukum rasionil dan formil, yaitu dimana hukum dibentuk semata-mata atas dasar konsep abstrak dari ilmu hukum,
Karena itu, hukum formil lebih cenderung untuk menyusun sistematika kaedah-kaedah hukum, sedangkan hukum materiil lebih bersifat empiris. Akan tetapi kedua hukum tersebut dapat dirasionalisasikan kepada hukum formil didasarkan pada logika murni, sedangkan materil pada kegunaannya.

k.                Aliran Antropologi
Menurut aliran antropologi, hukum adalah norma yang tidak tertulis yang tumbuh secara nyata dalam masyarakat seiring dengan perkembangan kebudayaan. Pencetus aliran ini adalah Sir Hendry Maine (1822-1888), Radcliffe-Brown, Malinowski, Paul J. Bohanna, dan E.A. Hoebel.
Paul J. Bohanna berpendapat bahwa pada dasarnya hukum adalah suatu pelembagaan kembali (reinstitutionalization) kebiasaan dalam masyarakat atau juga kebiasaan menjalani pelembagaan kembali untuk memenuhi tujuan yang lebih terarah dalam kerangka apa yang disebut dengan hukum.
l.                  Aliran Realis
Gerakan aliran realis dalam ilmu hukum muncul di Amerika Serikat dan Skandinavia, Kaum realis berfikir didasarkan oleh suatu konsepsi radikal mengenai proses peradilan. Dan menurut aliran realis, hukum apa yang dibuat oleh hakim dan hakim lebih layak disebut membuat hukum daripada menemukan hukum. Aliran realis ini menekankan kepada hakikat manusiawi dalam pelaksanaan hukum.
Pencetus aliran realis dari Amerika Serikat adalah  Karl Llewellyn (1893 - 1962), Jerome Frank (1889-1957), dan Hakim Agung Amerika Serikat Olive Wendell Holmes (1841-1935). Kemudian dari Swedia dipelopori oleh Hagerstron (1868-1939) dan dari Denmark adalah Alf Ross.
Esinsi dari ajaran realisme hukum dari Holmes dapat dijelaskan sebagai
berikut.
1.      Perkembangan Ilmu hukum terletak pada pengujian-pengujian fakta
2.      Kehidupan hukum pada dasarnya bukan logika, melainkan pengalaman (the life of the law has been not logic, but experience).
3.      Yang dianggap sebagai hukum adalah ramalan, dan tidak ada yang lebih
penting dari itu.



BAB III
KESIMPULAN
Teori hukum terus berkembang dan berevolusi seiring dengan perkembangan dan perubahan nilai-nilai yang hidup didalam masyarakat ataupun negara, teori hukum sendiri telah banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur lain karena kesadaran daripada pembentukan hukum itu sendiri melalui proses yang panjang dan melibatkan kehidupan manusia itu sendiri, penulis secara pribadi berpendapat bahwa dari historisnya teori hukum sebagian besar dijadikan alat justifikasi dan berperan besar dalam social engineering oleh pihak-pihak tertentu namun hal tersebut tidak dapat dihindari karena manusia pada hakikatnya akan terus mencari hukum yang mampu menyesuaikan diri dari zaman ke zaman dan mampu memenuhi kebutuhan manusia untuk hidup, berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara.
Namun pada akhirnya teori hukum akan tetap mencari bentuknya yang mengikuti sifat manusia yang terus berubah-ubah perubahan tersebut tidak dapat dikatakan menjadi lebih baik atau tidak, karena terjadinya pergeseran nilai-nilai yang substansial dan mendasar, namun selama masih bisa memenuhi kebutuhan manusia tersebut, maka teori hukum tersebut dapat berguna untuk manusia.

SARAN
Teori hukum sebaiknya selalu dikembangkan oleh para ahli hukum, karena kebutuhan dan perubahan nilai-nilai yang hidup dalam kehidupan manusia selalu berubah-ubah tiap zaman. Hukum selalu dituntut untuk mengikuti perubahan tersebut ataupun manusia harus dibatasi oleh hukum itu sendiri, semua bergantung pada cita - cita dan tujuan manusia yang menciptakan teori hukum itu sendiri. 
  Maka dari itu sebaiknya teori hukum dapat selalu dikembangkan hanya melibatkan pakar hukum untuk menggali lebih dalam mengenai teori hukum secara fundamental ataupun melibatkan ahli dari berbagai cabang ilmu pengetahuan agar jurang antara idealisme hukum itu tercipta dan kenyataan lapangan dimana hukum itu ditegakan tidak terlalu dalam.


Daftar Pustaka
Dirdjosisworo, Soedjono. 1994. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Raja Grafindo
Ishaq. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Garfika
Rasjidi, Lili. 2007. Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti



[1] Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2008). Hlm. 192.
[2] Ishaq, ibid. hlm. 196. 

1 komentar: