Senin, 25 Mei 2015

Hukum Konstitusi

BAB I
PENDAHULUAN
A.     LATARBELAKANG

  Membicarakan masalah hukum konstitusi artinya membahas dua variabel, apa itu hukum? Dan apa yang dimaksud dengan konstitusi? Keduanya terkait erat dengan persoalan negara dan karena itu untuk memahami pengertian hukum konstitusi haruslah dipahami terlebih dahulu tentang negara itu sendiri.
  Negara adalah suatu organisasi di antara sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang secara bersama-sama mendiami suatu wilayah (territorial) tertentu dengan mengakui adanaya suatu pemerintahan yang mengurus tata tertib dan keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang ada di wilayahnya.Organisasi negara dalam suatu wilayah bukanlah satu-satunya organisasi, ada organisasi-organisasi lain (keagamaan, kepartaian, kemasyarakatan dan organisasi lainnya yang masing-masing memiliki kepribadian yang lepas dari masalah kenegaraan). Kurang tepat apabila negara dikatakan sebagai suatu masyarakat yang diorganisir. Adalah tepat apabila dikatakan diantara organisasi-organisasi di atas, negara merupakan suatu organisasi yang utama di dalam suatu wilayah karena memiliki pemerintahan yang berwenang dan mampu untuk dalam banyak hal campur tangan dalam bidang organisasiorganisasi lainnya.
Unsur ini sangat penting dalam suatu negara, oleh karena orang / manusia sebagai individu dan anggota masyarakat yang pertama-tama berkepentingan agar organisasi negara berjalan baik. Merekalah yang kemudian menentukan dalam tahap perkembangan negara selanjutnya. Pentingnya unsur rakyat dalam suatu negara tidak hanya diperlukan dalam ilmu kenegaraan (staatsleer) tetapi perlu juga perlu melahirkan apa yang disebut ilmu kemasyarakatan (sosiologi) suatu ilmu pengetahuan baru yang khusus menyelidiki, mempelajari hidup kemasyarakatan. Sosiologi merupakan ilmu penolong bagi ilmu hukum tata negara.
Unsur ini sangat penting dalam suatu negara, oleh karena orang / manusia sebagai individu dan anggota masyarakat yang pertama-tama berkepentingan agar organisasi negara berjalan baik. Merekalah yang kemudian menentukan dalam tahap perkembangan negara selanjutnya. Pentingnya unsur rakyat dalam suatu negara tidak hanya diperlukan dalam ilmu kenegaraan (staatsleer) tetapi perlu juga perlu melahirkan apa yang disebut ilmu kemasyarakatan (sosiologi) suatu ilmu pengetahuan baru yang khusus menyelidiki, mempelajari hidup kemasyarakatan. Sosiologi merupakan ilmu penolong bagi ilmu hukum tata negara.
Ciri khusus dari pemerintahan dalam negara adalah pemerintahan memiliki kekuasaan atas semua anggota masyarakat yang merupakan penduduk suatu negara dan berada dalam wilayah negara. Timbul pertanyaan, dari manakah pemerintahan memperoleh kekuasaan ini? Ada empat macam teori, yaitu teori kedaulatan Tuhan, kedaulatan negara, kedaulatan hukum dan kedaulatan rakyat.

B.     Rumusan Masalah.
1.    apa yang menjadi dasar pemisahan kekuasaan dalam suatu Negara?
2.    Apa dampak pembagian kekuasan dalam suatu negara?
C.   tujuan
1.    untuk mengetahui dampak pemisahan dalam suatu Negara
2.    Untuk memahami pembagian kekuasan dalam suatu negara
 




BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.     KONSTITUSI (CONSTITUTION)

  Kata “Konstitusi” berarti “pembentukan”, berasal dari kata kerja yaitu “constituer” (Perancis) atau membentuk. Yang dibentuk adalah negara, dengan demikian konstitusi mengandung makna awal (permulaan) dari segala peraturan perundang-undangan tentang negara. Belanda menggunakan istilah “Grondwet” yaitu berarti suatu undang-undang yang menjadi dasar (grond) dari segala hukum. Indonesia menggunakan istilah Grondwet menjadi Undang-undang Dasar.

1.   Konstitusi Tertulis dan Tidak Tertulis 
Konstitusi memuat suatu aturan pokok (fundamental) mengenai sendi-sendi pertama untuk menegakkan suatu bangunan besar yang disebut negara. Sendi-sendi itu tentunya harus kokoh, kuat dan tidak mudah runtuh agar bangunan negara tetap tegak berdiri. Ada dua macam konstitusi di dunia, yaitu “Konstitusi Tertulis” (Written Constitution) dan “Konstitusi Tidak Tertulis” (Unwritten Constitution), ini diartikan seperti halnya “Hukum Tertulis” (geschreven Recht) yang trmuat dalam undang-undang dan “Hukum Tidak Tertulis” (ongeschreven recht) yang berdasar adat kebiasaan. Dalam karangan “Constitution of Nations”, Amos J. Peaslee menyatakan hampir semua negara di dunia mempunyai konstitusi tertulis, kecuali Inggris dan Kanada.
  Di beberapa negara ada dokumen tetapi tidak disebut konstitusi walaupun sebenarnya materi muatannya tidak berbeda dengan apa yang di negara lain disebut konstitusi. Ivor Jenning dalam buku (The Law and The Constitution) menyatakan di negara-negara dengan konstitusi tertulis ada dokumen tertentu yang menentukan:
a.               Adanya wewenang dan tata cara bekerja lembaga kenegaraan
b.               Aadanya ketentuan berbagai hak asasi dari warga negara yang diakui dan dilindungi
Di inggris baik lembaga-lembaga negara termaksud dalam
huruf a maupun pada huruf b yang dilindungi, tetapi tidak termuat dalam suatu dokumen tertentu. Dokumen-dokumen tertulis hanya memuat beberapa lembaga-lembaga negara dan beberapa hak asasi yang dilindungi, satu dokumen dengan yang lain tidak sama. Karenanya dilakukan pilihanpilihan di antara dokumen itu untuk dimuat dalam konstitusi. Pilihan di Inggris tidak ada. Penulis Inggris yang akhirnya memilih lembaga-lembaga mana dan hak asasi mana oleh mereka yang dianggap “constitutional.”
 Ada konstitusi yang materi muatannya sangat panjang dan sangat pendek. Konstitusi yang terpanjang adalah India dengan 394 pasal. Kemudian Amerika Latin seperti uruguay 332 pasal, Nicaragua 328 pasal, Cuba 286 pasal, Panama 271 pasal, Peru 236 pasal, Brazil dan Columbia 218 pasal, selanjutnya di Asia, Burma 234 pasal, di Eropa, belanda 210 pasal.
Konstitusi terpendek adalah Spanyol dengan 36 pasal, Indonesia 37 pasal, Laos 44 pasal, Guatemala 45 pasal, Nepal 46 pasal, Ethiopia 55 pasal, Ceylon 91 pasal dan Finlandia 95 pasal.

2.   Tujuan Konstitusi
Hukum pada umumnya bertujuan mengadakan tata tertib untuk keselamatan masyarakat yang penuh dengan konflik antara berbagai kepentingan yang ada di tengah masyarakat. Tujuan hukum tata negara pada dasarnya sama dan karena sumber utama  dari hukum tata negara adalah konstitusi atau Undang-Undang Dasar, akan lebih jelas dapat dikemukakan tujuan konstitusi itu sendiri.
Tujuan konstitusi adalah juga tata tertib terkait dengan: a). berbagai lembaga-lembaga negara dengan wewenang dan cara bekerjanya, b) hubungan antar lembaga negara, c) hubungan lembaga negara dengan warga negara (rakyat) dan d) adanya jaminan hak-hak asasi manusia serta e) hal-hal lain yang sifatnya mendasar sesuai dengan tuntutan  perkembangan zaman.
Tolok ukur tepat atau tidaknya tujuan konstitusi itu dapat dicapai tidak terletak pada banyak atau sedikitnya jumlah pasal yang ada dalam konstitusi yang bersangkutan. Banyak praktek di banyak negara bahwa di luar konstitusi tertulis timbul berbagai lembaga-lembaga negara yang tidak kurang pentingnya dibanding yang tertera dalam konstitusi dan bahkan hak asasi manusia yang tidak atau kurang diatur dalam konstitusi justru mendapat perlindungan lebih baik dari yang telah termuat dalam konstitusi itu sendiri. Dengan demikian banyak negara yang memiliki konstitusi tertulis terdapat aturan-aturan di luar konstitusi yang sifat dan kekuatannya sama dengan pasal-pasal dalam konstitusi. Aturan-aturan di luar konstitusi seperti itu banyak termuat dalam undang-undang atau bersumber/berdasar pada adat kebiasaan setempat. Contoh yang tepat adalah Inggris dan Kanada, artinya tidak memiliki sama sekali konstitusi tertulis tetapi tidak dapat dikatakan tidak ada aturan yang sifat dan kekuatannya tidak berbeda dengan pasal-pasal dalam konstitusi.
Inggris yang memelopori seluruh dunia dengan suatu dokumen yang terkenal yaitu “Magna Charta” yang merupakan dokumen kenegaraan yang memberi jaminan hak-hak asasi manusia. Pada saat itu raja atas desakan para bangsawan (Baron atau Lord yang berkuasa atas daerah-daerah dari kerajaan Inggris) untuk menandatangani Magna Charta tersebut. Sebenarnya dokumen ini dimaksudkan untuk menjamin hak-hak serta wewenang para bangsawan, tetapi kemudian oleh umum dipandang sebagai jaminan terhadap hak-hak asasi manusia  dari rakyat yang dalam perkembangan selanjutnya tidak dikenal lagi bangsawan-bangsawan sebagai penguasa melainkan hanya Sang Raja sebagai pemegang puncak kekuasaan pemerintahan. Magna Charta terdiri dari 63 pasal yang menentukan dalam garis besarnya (pasal 1) adanya jaminan kemerdekaan bekerjanya gereja Inggris dan kemerdekaan bergerak semua orang bebas (freeman) dalam kerajaan Inggris. Di samping itu dijamin dan dilindungi, antara lain:
1.  Tidak seorangpun penguasa yang akan mengambil hasil pertanian dari siapapun tanpa membayar harganya seketika itu juga kecuali apabila si pemilik memberi izin menangguhkan pembayaran (pasal 28);
2.  Tidak seorangpun penguasa yang akan mengambil kuda atau kendaraan dari seorang yang bebas (freeman) untuk keperluan pengangkutan tanpa izin si pemilik (pasal 30);
3.  Tidak seorangpun penguasa yang akan mengambil kayu-kayu untuk keperluan raja tanpa persetujuan si pemilik;
4.  Terkait dengan kemerdekaan orang-perorangan antara lain ditentukan:
5.  Tidak ada seorangpun pegawai kepolisian yang akan mengajukan seorang di muka pengadilan atas tuduhan tanpa kesaksian orang-orang yang dipercaya (pasal 38);
6.  Tidak seorang bebaspun (freeman) yang akan dimasukkan ke dalam penjara atau dilarang berdiam di satu daerah tertentu kecuali atas putusan oleh penguasa setempat atau dibenarkan oleh aturan negara (pasal 39);
7.  Kepada siapapun tidak dapat diingkari atau ditangguhkan pelaksanaan haknya atau peradilan (pasal 40).
   Dalam banyak hal ditentukan juga bahwa siapapun boleh meninggalkan kerajaan atau kembali dengan sehat dan aman melalui daratan atau perairan (laut) kecuali ada perang dan karena ditahan sesuai dengan aturan negara. Yang sangat menarik adalah aturan mengenai pengangkatan/pengisian berbagai jabatan terkait dengan penegakan hukum, misalnya ditentukan tidak seorangpun diangkat sebagai hakim, polisi atau jaksa, kecuali apabila orang itu benar-benar mengetahui aturan hukum negara, beritikad baik untuk melakukan fungsi jabatan yang diisinya.
   Ketentuan akhir dari Magna Charta antara lain menyatakan gereja Inggris adalah merdeka dan semua orang dalam kerajaan akan menikmati kemerdekaan, hak-hak serta fasilitas sebaik-baiknya dalam suasana damai tenteram sampai turun temurun atas itikad baik raja dan para bangsawan. Berbagai bagian dari Magna Charta ini diulangi lagi oleh raja Edward dalam “The great Charter Of Liberties Of England and Of The Liberties Of Forest”. Memang di Inggris pernah ada semacam konstitusi tertulis yaitu pada saat Cromwell memegang tampuk kekuasaan pemerintahan (1653-1660) dengan satu dokumen yang disebut “The Instrument  Of Government”, tetapi berlaku hanya sekali saat itu.
   Ada beberapa aturan (undang-undang) lain di Inggris tertentu, antara lain: The Habeas Corpus Act 1670, The Bill Of Rights 1689, The Act Of Settlement 1700, The parliament Act 1911, The Statute Of Westminster 1931, The Representation Of The People Act (1928, 1945, 1948), The House Of Common Act 1944 dan The Parliament Act 1949.





BAB III
PEMBAHASAN
A.   PENGERTIAN PEMISAHAN DALAM NEGARA

   Hampir dapat dikatakan konstitusi di semua negara dimuat atau tergambar keberadaan suatu pembagian kekuasaan yang sudah dikenal yaitu kekuasaan membuat aturan/undang-undang (legislatif), kekuasaan melaksanakan aturan/undang-undang (eksekutif/administratif) dan kekuasaan peradilan (yudikatif). Gagasan atau ide dari Montesquieu mengajarkan dalam suatu negara harus ada pemisahan kekuasaan anatar satu dengan kekuasaan yang lain (Separation Of Power). Montesquieu adalah hakim Perancis yang melarikan diri ke Inggris dan gagasan pemisahan kekuasaan saat ia melihat praktek kekuasaan di Inggris. Jika demikian jelas bahwa materi muatan hampir setiap konstitusi di dunia mencontoh pada keadaan politik di Inggris, walaupun Inggris sendiri tidak memiliki konstitusi tertulis.
   Pada abad 18 John Locke dalam buku karangannya “Two Treaties Of Government” membela gagasan Montesquieu dalam bentuk yang lain, yaitu:
1.    Kekuasaan perundang-undangan
2.    Kekuasaan melaksanakan sesuatu hal (eksekutif) urusan dalam negeri  yang mencakup pemerintahan dan peradilan, dan
3.    Kekuasaan untuk bertindak terhadap anasir/unsur asing guna kepentingan negara atau warga negara, disebut sebagai kekuasaan negara “Federative power” sebagai gabungan dari berbagai orang-orang atau kelompok.
  John Locke melihat nama federatif mungkin kurang tepat, yang ia pentingkan bukan nama tetapi isi kekuasaan yang olehnya dianggap berbeda sifatnya dari dua kekuasaan yang lain. Mengacu pada kalimat “Melaksanakan sesuatu hal urusan dalam negeri” kiranya Locke lebih tepat dibanding dengan Montesquieu. Urusan dalam negeri yaitu  pemerintahan dan peradilan pada dasarnya adalah melaksanakan hukum atau aturan yang berlaku. Locke menyebutkan urusan pkerjaan pengadilan sebagai “pelaksanaan” undang-undang.

B.  PEMBAGIAN KEKUASAAN
  Mengenai urusan pemerintah tidak hanya melaksanakan hukum yang berlaku, tetapi juga dalam keadaan tertentu (tak terduga) tidak termasuk dalam suatu peraturan/undang-undang.
  Pada sisi lain kelihatan Montesquieu lebih luas dalam memahami kata “melaksanakan”, artinya mencakup pelaksanaan hak-hak negara terhadap luar negeri yang disebutkan sebagai tindakan kekuasaan pemerintahan suatu negara.  Berbeda pandangan adalah C. Van Vollenhoven dalam buku “Staatsrecht Over Zee” yang menyatakan dalam suatu negara ada 4 (empat) macam kekuasaan yaitu:
1.    Pemerintahan (Bestuur),
2.    Perundang-undangan,
3.    Kepolisian dan,
4.    Pengadilan
  Van Vollenhoven pada dasarnya memecah pemerintahan menjadi dua bagian yaitu:
a.  Kepolisian sebagai kekuasaan mengawasi berlakunya hukum dan jika diperlukan dengan tindakan memaksa (toezicht en dwang/pengawasan dan pemaksaan) dan
b.  Pemerintahan yang tidak mengandung unsur mengawasi dan memaksa.
  Apabila dikaitkan dengan Indonesia, ada kekuasaan ke 4 yaitu kejaksaan (kekuasaan menuntut perkara pidana) sebagai kekuasaan yang ada di antara kekuasaan kepolisian dan pengadilan di muka hakim. Hal ini karena secara jelas kekuasaan kejaksaan terpisah dari kekuasaan kepolisian dan pengadilan.

BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Sebagaimana  telah dikemukakan terdahulu bahwa hampir semua negara memiliki konstitusi. Apabila dibandingkan anata satunegara dengan negara lain akan nampak perbedaan dan persamaannya. Dengan demikian akan sampai pada klasifikasi dari konstitusi yang berlaku di semua negara. Para ahli hukum tata negara atau hukum konstitusi kemudian mengadakan klasifikasi berdasarkan cara pandang mereka sendiri,
Konstitusi dengan ciri-ciri seperti itu oleh Wheare disebut “Konstitusi sistem pemerintahan parlementer”. Menurut Sri Soemantri, UUD 1945 tidak termasuk ke dalam kedua konstitusi di atas. Hal ini karena  di dalam UUD 1945 terdapat ciri konstitusi pemerintahan presidensial, juga terdapat ciri konstitusi pemerintahan parlementer. Pemerintahan Indonesia adalah sistem campuran.




DAFTAR PUSTAKA

Austin Ranney, 1966, The Government Of Man, New York : NY. Hoolt, Rennehart and Winston inc.
Dahl, Robert A, 1982, Dilemma Demokrasi Pluralis, Terj. S. Simamora, Jakarta:  C.V. Rajawali
Dam B. Van, 1994, Constitutie Van de Russische Federatie, Leiden : Rijk Universiteit
Derbyshire, J. Dennis and Ian, 1989, Political System Of The world, Edinburg : W & R Chambers ltd
FRG Press & IO Of The Federal Govt. 1991, Germany, The Federation and The Lander at a Glance, Bonn
FRG Press & IO Of The Federal Govt. 1991, Basic Law For The Federal Republic Of Germany, Preamble, Bonn
Hatta, 1967, Kumpulan Karangan (I), Jakarta : Bulan Bintang
Logemann, J.H.A, 1948 Over de Theorie van een Stelling staatsrecht, Leiden : Universiteit Pers Leiden
Padmo Wahyono, 1986, Konstitusi Soviet, RRC,Turki, Jakarta : Ghalia Indonesia Rienov,
Robert, 1964, Introduction to Government, third Edition, Revised, New York : Alfred-A.Knopf
Sri Soemantri, 1987, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, Bandung : Alumni



 



Hukum Tata Pemerintahan

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

  Dalam konsep ini, negara diatur dan dikelola oleh sistem hukum yang memaksa itu. Negara adalah organisasi tertinggi di antara satu kelompok atau beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk berdaulat. Dalam kontek ini, Tata Negara berarti sistem pengaturan, penataan dan pengelolaan negara yang berisi ketentuan mengenai struktur kenegaraan dan substansi norma kenegaraan.
Dari sinilah, Hukum Tata Negara diberi pengertian sebagai cabang hukum yang mengatur tentang prinsip-prinsip dan norma-norma hukum yang tertuang secara tertulis atau yang hidup dalam kenyataan praktik kenegaraan berkenaan dengan konstitusi, institusi-institusi kekuasaan negara beserta fungsinya, mekanisme hubungan antar institusi, dan prinsip hubungan antara institusi kekuasaan negara dengan warga negara.

Sedangkan di kalangan ahli Hukum Tata Negara terdapat perbedaan pendapat mengenai definisi Hukum Tata Negara. Hans Kelsen berpendapat bahwa Hukum Tata Negara adalah Hukum mengenai der wohlende staat yang memberi bentuk negara, hal mana tercantum dalam undang-undang dasarnya. Sedangkan Hukum Administrasi Negara merupakan pelaksanaan dari Hukum Tata Negara.
Robert Morrison MacIver mengatakan bahwa Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur negara. Hukum Tata Negara merupakan hukum yang memerintah negara. W.F. Prins mengatakan bahwa Hukum Tata Negara menentukan aparatur negara yang fundamental yang langsung berhubungan dengan setiap warga masyarakat.
J.H.A. Logemann berpendapat Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi negara. Atau dalam bahasa yang berbeda, Hukum Tata Negara adalah serangkaian kaidah hukum mengenai jabatan atau kumpulan jabatan di dalam negara dan mengenai lingkungan berlakunya hukum dari suatu negara.

Pada masa lalu, istilah “teori hukum tata negara” sangat jarang sekali terdengar, apalagi dibahas dalam perkuliahan maupun forum-forum ilmiah. Hukum Tata Negara yang dipelajari oleh mahasiswa adalah Hukum Tata Negara dalam arti sempit. Hal ini dipengaruhi oleh watak rezim orde baru yang berupaya mempertahankan tatanan ketatanegaraan pada saat itu yang memang menguntungkan penguasa untuk mempertahankan kekuasaannya. Pemikiran Hukum Tata Negara secara langsung maupun tidak langsung akhirnya menjadi terhegemoni/terbelenggu. Tatanan ketatanegaraan berdasarkan Hukum Tata Negara pada saat itu adalah pelaksanaan dari Pancasila dan UUD 1945 secara murni dengan memberlakukan asas tunggal Pancasila dan penerapan P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Akibatnya, pembahasan sisi teoritis dari Hukum Tata Negara menjadi ditinggalkan, bahkan dikekang karena dianggap sebagai pikiran yang “anti kemapanan” dan dapat mengganggu stabilitas nasional.
Dalam melaksanakan tugas menyelenggarakan kepentingan umum, pemerintah banyak melakukan kegiatan atau perbuatan-perbuatan. Aktivita atau perbuatan itu pada garis besarnya dibedakan kedalam dua golongan, yaitu :
1.      Golongan perbuatan hukum.
2.      Golongan yang bukan perbuatan hukum.
Perbuatan administrasi negara yang termasuk ke dalam kategori perbuatan hukum dibagi menjadi dua, yaitu perbuatan hukum yang berdasarkan hukum privat dan perbuatan hukum yang berdasarkan hukum publik. Perbuatan hukum yang berdasarkan hukum privat itu selalu bersegi dua artinya suatu hubungan yang diatur hukum privat itu ada dua pihak yang dapat menentukan kehendaknya.

B.     Rumusan Masalah
Pada makalah ini kami akan menguraikan beberapa permasalahan yang ada dalam kehidupan sehari-hari mengenai Hukum Tata Negara antara lain yaitu :
1.     Apa pengertian Hukum Tata Negara ?
2.     Bentuk – bentuk perbuatan pemerintah?
3.    Macam – macam perbuatan administrasi Negara?





BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Tata Negara

Tata Negara berarti sistem penataan negara yang berisi ketentuan mengenai struktur kenegaraan dan mengenai substansi norma kenegaraan. Dengan kata lain, Hukum Tata Negara merupakan cabang Ilmu Hukum yang membahas mengenai tata struktur kenegaraan, mekanisme hubungan antar struktur kenegaraan, serta mekanisme hubungan antara struktur negara dengan warga negara.
Istilah Hukum Tata Negara berasal dari bahasa Belanda Staatsrecht yang artinya adalah hukum Negara. Staats berarti negara-negara, sedangkan recht berarti hukum. Hukum negara dalam kepustakaan Indonesia diartikan menjadi Hukum Tata Negara. Mengenai definisi hukum tata negara masih terdapat perbedaan pendapat di antara ahli hukum tata negara. Perbedaan ini antara lain disebabkan oleh masing-masing ahli berpendapat bahwa apa yang mereka anggap penting akan menjadi titik berat perhatiannya dalam merumuskan pengertian dan pandangan hidup yang berbeda. Berikut pengertian Hukum Tata Negara menurut beberapa ahli :

1. Cristian Van Vollenhoven
Hukum Tata Negara mengatur semua masyarakat hukum atasan dan masyarakat hukum bawahan menurut tingkatan-tingkatannya, yang masing-masing menentukan wilayah atau lingkungan rakyatnya sendiri-sendiri, dan menentukan badan-badan dalam lingkungan masyarakat hukum yang bersangkutan beserta fungsinya masing-masing, serta menentukan pula susunan dan wewenangnya dari badan-badan tersebut.


            2. J. H. A. Logemann
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi negara. Negara adalah organisasi jabatan-jabatan. Jabatan merupakan pengertian yuridis dan fungsi, sedangkan fungsi merupakan pengertian yang bersifat sosiologis. Karena negara merupakan organisasi yang terdiri dari fungsi-fungsi dalam hubungannya satu dengan yang lain maupun dalam keseluruhannya, maka dalam pengertian yuridis, negara merupakan organisasi jabatan.

B.     PERBUATAN PEMERINTAH
Macam-macam perbuatan pemerintah.
Dalam melaksanakan tugas menyelenggarakan kepentingan umum, pemerintah banyak melakukan kegiatan atau perbuatan-perbuatan. Aktivita atau perbuatan itu pada garis besarnya dibedakan kedalam dua golongan, yaitu :
1.      Golongan perbuatan hukum.
2.      Golongan yang bukan perbuatan hukum.
Yang penting bagi Hukum Administrasi Negara adalah golongan perbuatan hukum, sebab perbuatan tersebut langsung menimbulkan akibat hukum tertentu bagi Hukum Administrasi Negara. Adapun golongan perbuatan yang bukan perbuatan hukum tidak relevan (tidak penting), perbuatan pemerintah yang termasuk golongan perbuatan hukum dapat berupa :
a.    Perbuatan hukum menurut hukum privat (sipil)
b.     Perbuatan hukum menurut hukum public.
Perbuatan Hukum menurut Hukum Privat.
Pertama, menurut Prof. scholten, pendapat yang menyatakan bahwa Administrasi Negara  dalam menjalankan tugas pemerinyah tidak dapat menggunakan hukum privat. Alasannya karena sifat hukum privat itu mengatur hubungan hukum yang merupakan kehendak kedua belah pihak dan bersifat perorangan, sedangkan Hukum Administrasi Negara merupakan bagian dari hukum public yang merupakan hukum untuk bolehnya tindakan atas kehendak satu pihak. Tindakan satu pihak ini dalam administrasi Negara di  lakukan dalam rangka melindungi kepentingan umum.
Kedua, menurut Prof. Krabbe, Kranenburg, Vegting, Donner, dan Huart, menyatakan bahwa administrasi Negara dalam menjalankan tugasnya dalam beberapa hal dapat juga menggunakan hukum privat. Untuk menyelesaikan suatu soal khusus dalam lapangan administrasi Negara telah tersedia peraturan-peraturan hukum publik, maka administrasi Negara harus menggunakan hukum public itu dan tidak dapat menggunakan hukum privat.
Perbuatan Hukum menurut Hukum Publik
Perbuatan Hukum menurut Hukum Publik ini ada dua macam :
1.      Perbuatan Hukum Publik yang Bersegi Satu
S. Sybenga, mengakui adanya perbuatan hukum publik yang bersegi satu, artinya hukum publik itu lebih merupakan kehendak satu pihak saja yaitu pemerintah. Jadi menurutnya tidak ada perbuatan hukum publik yang bersegi dua, maksudnya tidak ada perjanjian. Sebab hubungan hukum yang diatur oleh hukum publik hanya berasal dari satu pihak saja yakni pemerintah dengan cara menentukan kehendaknya sendiri.
2.      Perbuatan Hukum Publik yang besegi Dua
Van der Pot, Kranenberg-Vegting, Wiarda dan Donner mengakui adanya hukum publik yang bersegi dua atau adanya perjanjian menurut hukum publik. Contoh, dengan adanya perjanjian kerja jangka pendek yang diadakan seseorang swasta sebagai pekerja dengan pihak pemerintah sebagai pihak pemberi pekerjaan. Disini ada penyesuaian kehendak antara pekerja dengan pemberi pekerjaan, dan perbuatan hukum itu diatur oleh hukum istimewa yaitu peraturan hukum publik sehingga tidak ditemui pengaturannya di dalam hukum privat (biasa)

Arti Tindakan Pemerintah
Menurut Van Vollenhoven, maksud dengan “tindakan pemerintah” adalah pemeliharaan kepentingan Negara dan rakyat secara spontan dan tersendiri oleh penguasa tinggi dan rendahan.
Adapun menurut Komisi Van Poelje, maksud dengan “tindakan dalam hukum public adalah tindakan-tindakan hukum yang dilakukan oleh penguasa dalam menjalankan fungsi pemerintahan. Dan Romeijn mengemukakan bahwa tindak pemerintah adalah tiap-tiap tindakan atau perbuatan dari satu alat administrasi Negara yang mencakup juga perbuatan atau hal-hal yang berada di luar lapangan hukum tata pemerintahan, seperti keamanan, peradilan dan lain-lain dengan maksud menimbulkan akibat hukum dalam bidang hukum administrasi.
Penentuan Tugas dan Kewenangan Perundang-Undangan Oleh Pemerintah
Menurut Donner di samping melakukan tindakan-tindakan hukum dalam menjalankan fungsi pemerintahan administrasi Negara juga melakukan pekerjaan menentukan tugas “taakstelling” ataupun tugas politik, sekalipun tugas itu bukan merupakan tugas utamanya, administrasi Negara juga diberi tugas untuk membentuk undang-undang dan peraturan-peraturan yang sebenarnya menjadi tugas legislatif. Pemberian tugas pembuatan peraturan-peraturan itu menurut Donner di berikan berdasarkan lembaga “delegasi” atau pelimpahan tugas kepada administrasi Negara yang biasa disebut dengan ‘delegasi perundang-undangan’. Kewenangan inisiatif ini ini bisa melahirkan peraturan yang setingkat UU yaitu Peperpu, sedangkan kewenangan atas delegasi bisa melahirkan peraturan yang derajatnya di bawah UU yaitu Peraturan Pemerintah. Dasarnya dari kewenangan administrasi Negara untuk membuat peraturan atas inisiatifnya sendiri adalah pasal 22 ayat (1) UUD 1945.

Dalam hal ini, DR. Utrecht, SH mengemukakan bahwa ketetapan itu suatu perbuatan pemerintah dalam arti luas (over heid) yang khusus bagi lapangan pemerintah dalam arti sempit, seperti halnya dengan UU merupakan perbuatan pemerintah dalam arti luas yang khusus bagi lapangan perundang-undangan, sedangkan keputusan hakim (vonnis) merupakan perbuatan pemerintah dalam arti luas yang khusus dalam lapangan mengadili.
Ketetapan sebagai perbuatan badan pemerintah
Membuat ketetapan yang melakukan peraturan UU adalah fungsi dari pemerintah yang dilakukan oleh badan pemerintah bukan oleh badan peradilan (hakim) atau oleh badan pembuat UU (DPR), dengan perkataan lain bahwa membuat penetapan itu adalah perbuatan pemerintah yang dilakukan oleh badan-badan atau organ-organ pemerintah, seperti gubernur, walikota, bupati, dan seterusnya yang merupakan eselon dari pemerintah pusat yaitu presiden sebagai badan eksekutif tertinggi.
Membuat ketetapan berdasarkan kekuasaan istimewa
Yang dimaksud dengan kekuasaan istimewa itu adalah kekuasaan yang diperoleh dari UU yang diberikan khusus atau istimewa hanya kepada pemerintah atau administrasi Negara saja yang tidak diberikan kepada badan Legislative dan badan Yudikatif.
Bentuk ketetapan
Ketetapan itu ada yang berbentuk tertulis seperti surat izin mengemudi, surat izin bangunan, dan surat izin sertifikat tanah, dst. Dan ada yang tidak tertulis, seperti perintah lisan seorang polisi untuk tidak memparkir kendaraan di tempat yang di larang kepada seorang pengemudi kendaraan tertentu, karena bertentangan dengan peraturan tentang izin kepolisian untuk mengadakan rapat.
Isi ketetapan
Isi ketetapan itu harus sesuai dengan isi dari peraturan yang menjadi dasar berlakunya dan legalitas ketetapan tersebut, seperti isi surat penetapan pajak kendaraan bermotor beroda dua.
Sifat ketetapan
Hukum mempunyai sifat mengikat, apabila hukum itu mengikat umum maka disebut peraturan, tetapi apabila hukum itu mengikat seseorang tertentu saja, maka disebut ketetapan. Jadi ketetapan itu adalah hukum yaitu hukum yang mengikat seseorang tertentu yang identitasnya ada pada ketetapan tersebut.
Fungsi ketetapan
Keputusan pemerintah yang melaksanakan suatu peraturan ke dalam suatu hal atau peristiwa konkrit tertentu disebut ketetapan. Jadi, ketetapan itu fungsinya melaksanakan peraturan ke dalam suatu hal atau peristiwa konkrit tertentu.
Kedudukan ketetapan dalam tertib hukum Indonesia
Kedudukan ketetapan dalam tertib hukum yang digambarkan oleh Kelsen, bahwa tertib hukum terbentuk sebuah pyramid, dimana tiap-tiap tangga pyramid terdapat kaidah-kaidah dan ketetapan yang merupakan suatu kaidah kedudukannya ada di tangga yang paling bawah yang melaksanakan kaidah yang ada di atasnya yang disebut peraturan. Dan peraturan ini menjadi dasar berlakunya dan legalitas ketetapan tersebut.
Jadi, kedudukan ketetapan dalam tertib hukum Indonesia adalah melaksanakan suatu peraturan ke dalam suatu hal tertentu.
Peraturan, ketetapan dan keputusan
Peraturan merupakan hukum in abstrakto atau general norms yang sifatnya mengikat umum atau berlaku umum sedangkan tugasnya adalah mengatur hal-hal yang umum atau hal-hal yang masih abstrak, agar peraturan ini dapat dilaksanakan haruslah dikeluarkan ketetapan-ketetapan yang membawa peraturan ini ke dalam peristiwa yang konkrit, yang nyata tertentu.
Ketetapan ini yang tugasnya melaksanakan peraturan ke dalam peristiwa konkrit tertentu maka sifatnya menjadi mengikat subjek hukum tertentu, mengatur hal-hal konkrit tertentu, karena itu ketetapan ini disebut hukum in concreeto atau individual norms.
Persamaan dan perbedaan antara keputusan, peraturan, dan ketetapan itu
Persamaannya terletak bahwa ketiga-tiganya merupakan norma-norma yang mempunyai sifat mengikat. Sedangkan perbedaannya terletak bahwa, apabila suatu keputusan pemerintah mengikat umum, mengikat setiap orang dalam suatu wilayah hukum atau keputusan pemerintah yang berlaku umum yang tidak diketahui identitas orangnya, maka keputusan pemerintah itu bersifat peraturan. Jadi, keputusan itu ada yang bersifat peraturan ada yang bersifat ketetapan. Hal ini tergantung kepada isi dari keputusan tersebut, apabila keputusan itu isinya mengikat umum, berlaku umum, maka keputusan itu adalah peraturan dan apabila hanya mengikat seseorang tertentu atau individu tertentu saja, maka keputusan itu adalah ketetapan.
Jadi keputusan itu selalu peraturan apabila isinya berlaku dan mengikat secara umum dan keputusan selalu ketetapan apabila isinya hanya berlaku dan mengikat seseorang atau individu saja.
Macam-macam ketetapan
Prof. van Vollenhoven : bahwa cirri perbuatan pemerintah itu konkrit, dan yang dimaksud dengan perbuatan pemerintah itu disini adalah membuat ketetapan untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial yang dihadapi oleh pemerintah atau administrasi Negara yang jumlahnya banyak sekali yang masing-masing berbeda yang satu dari yang lainnya.
Jadi, ketetapan itu jumlahnya banyak sekali dan bermacam-macam dan tidak mudah untuk menggolongkan ketetapan-ketetapan itu menurut jenisnya karena sukar menentukan ukuran untuk itu.
Macam-macam ketetapan terdiri dari:
a.       Ketetapan positif
Adalah suatu ketetapan yang pada umumnya menimbulkan keadaan hukum baru baik yang membebankan kewajiban-kewajiban hukum baru maupun yang memberikan hak-hak baru kepada subjek tertentu.
b.      Ketetapan yang negative
Adalah ketetapan :
1.      Untuk menyatakan tidak berhak
2.      Untuk menyatakan tidak berdasarkan hukum
3.      Untuk melakukan penolakan seluruhnya
c.       Ketetapan konstitutif
d.      Ketetapan deklarator
Jadi, ketetapan itu merupakan perbuatan administrasi Negara untuk melaksanakan kehendak undang-undang ke dalam suatu peristiwa konkrit, karena itu dikatakan bahwa ketetapan itu merupakan hukum yang mengatur hal yang nyata.
Ketetapan sepintas lalu dan ketetapan tetap
Mengenai ketetapan sepintas lalu ini, Prins mengemukakan pendapatnya sebagai berikut: dalam perpustakaan sering ada disebut-sebut ketetapan yang pada saat dikeluarkannya, selesai pula sekali keperluannya.
Ketetapan yang dimaksud Prins itu adalah ketetapan yang tugasnya selesai pada saat dikeluarkannya.
1.    Dispensasi atau bebas syarat
Prins memberikan definisi dispensasi sebagai berikut: yang dimaksud dengan dispensasi atau bebas syarat itu adalah perbuatan yang menyebabkan suatu peraturan undang-undang menjadi tidak berlaku lagi suatu hal yang istimewa. Tujuan dispensasi itu adalah agar seseorang dapat melakukan suatu perbuatan hukum dengan menyimpang dari syarat-syarat undang-undang yang berlaku untuk pemberian dispensasi ini juga harus dipenuhi syarat-syarat tertentu yang di tentukan oleh undang-undang yang bersangkutan.
2.    Vergunning atau izin.
Utrecht memberikan pengertian Vergunning ini sebagai berikut : bilamana pembuat peraturan tidak umumnya melarang suatu perbuatan tetapi masih juga memperkenankan asala saja diadakan secara yang di tentukan untuk masing-masing hal konkrit, maka perbuatan administrasi Negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin (vergunnning)
Perbedaan antara izin dengan dispensasi,keduanya mempunyai pengertian yang hampir sama. Perbedaan antara keduanya adalah : pada izin, memuat uraian yang limitatif tentang alasan-alasan penolakannya, sedangkan bebas syarat atau dispensasi memuat uraian yang limitatif tentang hal-hal yang untuknya dapat diberikan dispensasi itu tetapi perbedaan ini tidak selamanya jelas.
3.    Lisensi.
Mengenai lisensi Prins mengemukakan pendapatnya sebagai berikut : adalah tepat kiranya untuk izin guna menjalankan sesuatu perusahaan dengan leluasa.
Jadi agar tidak mendapat gangguan-gangguan karena sesuatu dan lain alasan dari pihak pemerintah, maka orang dengan telah mendapatnya lisensi dari pemerintah itu ia dapat dengan leluasa menjalankan perusahaannya.
4.    Konsesi.
Mengenai konsesi ini adalah Van Vollenhoven mengemukakan pendapat sebagai berikut : bilamana orang-orang partikulir setelah berdamai dengan pemerintah, melakukan sebagian dari pekerjaan pemerintah.
Maka menurut rumus ini telah terjadi suatu deligasi kekuasaan dari pemerintah kepada seseorang partikulir atau swasta untuk melakukan suatu pekerjaan atau tugas dari pemerintah sedangkan yang dimaksud dengan tugas dari pemerintah mengusahakan atau menyelenggarakan kesejahteraan umum.
5.    Perintah.
Prins berpendapat sebagai berikut : pernyataan kehendak pemerintah yang ditujukan kepada seseorang atau lebih yang tegasnya disebutkan siapa-siapanya dan bagi orang-orang  itu melahirkan kewajiban tertentu yang sebelumnya bukanlah kewajibannya.Pengertian Pegawai Negri.
Kranenburg-Vegting berpendapat bahwa untuk membedakan pegawai negri dengan pegawai lainnya dilihat dari sisitem pengangkatannya untuk menjabat dalam suatu dinas public. Pegawai negri adalah pejabat yang ditunjuk, jadi tidak termasuk mereka yang memangku suatu jabatan mewakili seperti seorang anggota parlemen, mentri, presiden dan sebagainya.
6.    Hubungan hukum antara pegawai negri dengan Negara.
Hubungan hukum antara pegawai negri dengan Negara merupakan hubungan dinas public. Hubungan dinas public ini timbul semenjak sesorang mengikat dirinya untuk tunduk pada pemerintah untuk melakukan suatu atau beberpa macam jabatan tertentu. Dan hubungan antara pejabat Negara dengan Negara atau pemerintah, meskipun merupakan hubungan dinas akan tetapi digolongkan dalam hubungan dinas public yang khusus. Kekhususan ini sebagai akibat karena dalam hubungan hukum tersebut terkandung unsure-unsur kontrak, sehingga lebih bersifat kontraktual, lagi pula pengangkatan para penjahat Negara ini hanyalah berupa pengesahan serta pengakuan dari hasil pemilihan.
7.    Pengangkatan dalam pangkat pegawai negri sipil.
Pengangkatan pegawai negri sipil termasuk salah satu kegiatan dalam proses pengadaan pegawai negri sipil. Maksud diadakannya pengumuman tentang kebutuhan pegawai negri sipil seluas-luasnya melalui masa media yang ada, adalah agar diketahui oleh masyarakat umum, sebab pada dasarnya semua warga Negara sama haknya untuk dapat diangkat menjadi pegawai negri sipil. Dan dengan banyaknya pendaftaran, pemerintah lebih mudah dalam memilih dan mengangkat pegawai negri sipil yang betul-betul mampu dan berkualitas tinggi.
Dalam kegiatan pengajuan lamaran, si pelamar sudah diharuskan memenuhi syarat-syarat tertentu, yang meliputi syarat umum dah syarat khusus. Dengan ujian saringan dimaksudkan untuk dapat memperoleh calon pegawai negeri sipil yang benar-benar mempunyai kecakapan yang diperlukan. Oleh karenanya, ujian meliputi pengetahuan umum, pengetahuan teknis, dan pengetahuan lainnya yang dipandang perlu.
Perbuatan menurut hukum publik bersegi satu, yaitu suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh aparat administrasi negara berdasarkan wewenang istimewa dalam hal membuat suatu ketetapan yang megatur hubungan antara sesama administrasi negara maupun antara administrasi negara dan warga masyarakat. Misalnya, ketetapan tentang pengangkatan seseorang menjadi pegawai negeri. 

C.     BENTUK PERBUATAN ADMINISTRASI NEGARA
Bentuk berbuatan administrasi negara diklasifikasikan menjadi 2 kategori, yaitu:
1. Kategori perbuatan hukum (rechtshandelingen)
2. Kategori bukan perbuatan hukum (feiteliykehandelingen) atau perbuatan nyata/perbuatan biasa
Perbuatan administrasi negara yang termasuk ke dalam kategori perbuatan hukum dibagi menjadi dua, yaitu perbuatan hukum yang berdasarkan hukum privat dan perbuatan hukum yang berdasarkan hukum publik. Perbuatan hukum yang berdasarkan hukum privat itu selalu bersegi dua artinya suatu hubungan yang diatur hukum privat itu ada dua pihak yang dapat menentukan kehendaknya. Sedangkan perbuatan hukum yang berdasarkan hukum publik ada yang bersegi satu dan ada pula yang bersegi dua.
Menurut Utrecht, perbuatan administrasi negara yang berdasarkan hukum publik bersegi satu itu hanya terdapat satu pihak saja yang dapat menentukan kehendaknya, yaitu pemerintah. Perbuatan administrasi negara yang berdasarkan hukum publik ini menjadi dasar ketetapan. Sedangkan pada perbuatan administrasi negara yang berdasarkan hukum publik bersegi dua itu terdapat dua pihak yang dapat menentukan kehendaknya dalam suatu hubungan yang diatur oleh hukum publik.

a.  Pengertian Perbuatan Pemerintah
Pengertian perbuatan pemerintah (bustuurhandeling) menurut Van Volenhoven adalah pemeliharaan kepentingan Negara dan rakyat secara spontan dan tersendiri oleh penguasa tinggi dan rendahan.
Komisi Van Poelje dalam laporannya Tahun 1972 yang dimaksud dengan Puliek Rechtelijke Handeling atau tindakan dalam hukum publik adalah tindakan-tindakan hukum yang dilakukan oleh penguasa dalam menjalankan fungsi pemerintahan.
b.   Macam-macam perbuatan pemerintah
Dalam melaksanakan tugas menyelenggarakan kepentingan-kepentingan umum, pemerintah banyak melakukan kegiatan atau perbuatan-perbuatan. Aktivitas atau perbuatan itu pada garis besarnya dibedakan ke dalam dua golongan, yaitu:
1.      Rechthandelingen (golongan perbuatan hukum)
2.      Feitelijk handelingen (golongan yang bukan perbuatan hukum)
Dari kedua golongan perbuatan tersebut yang penting bagi hukum administrasi negara adalah golongan perbuatan hukum (rechthendelingen), sebab perbuatan tersebut langsung menimbulkan akibat hukum tertentu bagi Hukum Administrasi Negara, oleh karena perbuatan hukum ini membawa akibat pada hubungan hukum atau keadaan hukum yang ada, maka perbuatan tersebut tudak boleh mengandung cacat, seperti kehilafan (dwaling), penipuan (bedrog), paksaan (dwang).
Disamping itu tindakan hukum tersebut harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Maka dengan sendirinya tindakan tersebut tidak boleh menyimpang atau bertentangan dengan peraturan-peraturan yang bersangkutan. Sedangkan golongan perbuatan yang bukan perbuatan hukum tidak relevan (tidak penting).



a.       Perbuatan hukum menurut hukum privat
Administrasi negara sering juga mengadakan hubungan hukum dengan subyek hukum-subyek hukum lain atas dasar kebebasan kehendak atau diperlukan persetujuan dari pihak yang dikenai tindakan hukum, hal ini karena hubungan hukum perdata  itu bersifat sejajar. Seperti sewa-menyewa, jual-beli, dan sebagainya.
b.      Perbuatan hukum menurut hukum publik
Menurut Van Der Ppr. Kranenberg-Vegting. Wiarda dan Donner mengakui adanya hukum publik yang bersegi dua atau adanya perjanjian menurut hukum publik. Mereka memberi contoh tentang adanya “Kortverband Contract” (perjanjian kerja jangka pendek) yang diadakan seorang swasta sebagai perkerja dengan pihak pemerintah sebagai pihak pemberi pekerjaan.
Pada kortverband contract ada persesuaian kehendak antara pekerja dengan pemberi pekrjaan, dan perbuatan hukum itu diatur oleh hukum istimewa yaitu peraturan hukum publik sehingga tidak di temui pengaturanya didalam hukum privat.

C.     Unsur-unsur tindakan pemerintahan
Muchsan menyebutkan unsur-unsur tindakan pemerintahan sebagai berikut:
a)      Perbuatan itu dilakukan oleh aparat pemerintahan dalam kedudukanya sebagai penguasa maupun sebagai alat pemerintahan dengan prakarsa dan tanggung jawab sendiri.
b)      Perbuatan tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan.
c)      Perbuatan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat hukum di bidang hukum administrasi.
d)      Perbuatan tersebut menyangkut pemeliharaan kepentingan negara dan rakyat.
e)      Perbuatan itu harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pada dasarnya semua tindakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Maka tindakan tersebut tidak boleh menyimpang atau bertentanga dengan peraturan-peraturan yang bersangkutan. Dalam hal ini pemerintah memiliki kedudukan yang khusus (do overhead als bijzonder persoon), sebagai satu-satunya pihak yang diserahi kewajiban untuk mengatur dan menyelenggarakan kepentingan umum dimana dalam rangka melaksanakan kewajiban ini kepada pemerintah diberikan wewenang membuat peraturan perundang-undangan, menggunakan paksaan pemerintahan, atau menerapkan sanksi-sanksi hukum.
Pemerintah juga mempunyai kedudukan yang tidak dimiliki oleh seseorang ataupun badan hukum perdata. Ini menyebabkan hubungan hukum antara pemerintah dengan seseorang dan badan hukum perdata bersifat ordinatif. Tetapi meskipun hubungan hukumnya bersifat ordonatif, pemerintah tidak dapat melakukan tindakan hukum secara bebas dan semena-mena terhadap warga negara.




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan

Tata Negara berarti sistem penataan negara yang berisi ketentuan mengenai struktur kenegaraan dan mengenai substansi norma kenegaraan. Dengan kata lain, Hukum Tata Negara merupakan cabang Ilmu Hukum yang membahas mengenai tata struktur kenegaraan, mekanisme hubungan antar struktur kenegaraan, serta mekanisme hubungan antara struktur negara dengan warga negara.
          Aktivita atau perbuatan itu pada garis besarnya dibedakan kedalam dua golongan, yaitu
1.    Golongan perbuatan hukum.
2.    Golongan yang bukan perbuatan hukum.
          Macam – macam perbuatan pemerintah :
1.    Perbuatan yang bukan perbuatan hukum
2.     Perbuatan yang merupakan perbuatan hukum
3.     Perbuatan nyata

          Perbutan pemerintah yang bukan perbuatan hukum. Pengertian perbuatan pemerintah yang bukan perbuatan hukum adalah tindakan pemerintah terhadap masyarakat yang tidak mempunyai akibat hukum.
Contoh-contoh :
-   Presiden menghimbau masyarakat untuk hidup sederhana.
-   Menteri perhubungan meresmikan jembatan.
-   Gubernur mengunjungi panti asuhan.


          Bentuk berbuatan administrasi negara diklasifikasikan menjadi 2 kategori, yaitu:
1.   Kategori perbuatan hukum (rechtshandelingen)
2. Kategori bukan perbuatan hukum (feiteliykehandelingen) atau perbuatan nyata/perbuatan biasa
Perbuatan administrasi negara yang termasuk ke dalam kategori perbuatan hukum dibagi menjadi dua, yaitu perbuatan hukum yang berdasarkan hukum privat dan perbuatan hukum yang berdasarkan hukum publik. Perbuatan hukum yang berdasarkan hukum privat itu selalu bersegi dua artinya suatu hubungan yang diatur hukum privat itu ada dua pihak yang dapat menentukan kehendaknya. Sedangkan perbuatan hukum yang berdasarkan hukum publik ada yang bersegi satu dan ada pula yang bersegi dua.

B.     Saran

Makalah ini masih jauh dari kata sempurna untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat di harapkan dari para pembaca sekalian demi tercapainya kesempurnaan dari makalah ini kedepannya.


  
DAFTAR PUSTAKA

ST. Marbun, Moh. Mahfud MD, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, (Liberti: Yogyakarta,1987), 70
Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta: UII Press, 2003 ), 90
Sukardja, Ahmad. 2012, Hukum Tata Negara & Hukum Administrasi Negara Dalam Perspektif Fikih Siyasah. Jakarta: Sinar Grafika