BAB I
METODE PENELITIAN
HUKUM
1.
LATAR BELAKANG
Apakah
sebenarnya yang dimaksud dengan penelitian hukum (legal research) ?.
Dalam kepustakaan banyak sekali ditemukan pengertian tentang penelitian hukum.
Masing-masing penulis memberikan tekanan tertentu pada pengertian yang
diberikannya tentang penelitian hukum. Erwin Pollack memberikan pengertian
penelitian hukum sebagai suatu penelitian untuk menemukan inkonkrito,
yang meliputi berbagai kegiatan untuk menemukan apakah yang merupakan hukum
yang layak untuk diterapkan secara inkonkrito untuk menyelesaikan
perkara tertentu.[1] Pollack memberikan
pengertian penelitian hukum dengan menekankan pada aspek praktis yaitu untuk
menemukan hukum yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan suatu peristiwa
konkrit.
Mohammad
Radhi mendefenisikan penelitian hukum sebagai keseluruhan aktifitas berdasarkan
disiplin ilmiah untuk mengumpulkan, mengklasifikasikan, menganalisis dan
menginterpretasikan fakta-fakta serta hubungan-hubungan di lapangan hukum yang
berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dapatlah dikembangkan prinsip-prinsip
ilmu pengetahuan dan cara-cara ilmiah
untuk menanggapi fakta dan hubungan tersebut.[2]
Pengertian Radhi diatas lebih menekankan pada cara bekerjanya penelitian hukum
dan kegunaan teoritis dari penelitian hukum yakni untuk mengembangkan
prinsip-prinsip ilmu hukum. Pengetian lain yang menekankan pada kegunaan
penelitian hukum dikemukakan oleh Soerjono Soekanto yang menyatakan bahwa
penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode,
sistimatika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau
beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisasnya. Kecuali itu juga
diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk
kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang
timbul dalam gejala yang bersangkutan.[3]
2.
RUMUSAN MASALAH
a. penelitian-penelitian
yang berupa inventarisasi hukum positif ;
b. penelitian
yang berupa usaha penemuan asas-asas dan dasar falsafah (dogma atau doktrin)
hukum positif.
c. enelitian
berupa usaha penemuan hukum inkonkrito yang layak diterapkan untuk
menyelesaikan suatu perkara tertentu ;
d. penelitian
hukum yang berupa studi empiric untuk menemukan teori-teori mengenai proses
terjadinya dan mengenai proses bekerjanya hukum di dalam masyarakat;[4]
Dilihat
dari pembagian tipe penelitian hukum yang dijelaskan Wignyosoebroto tersebut
maka dapat dipahami bahwa penelitian hukum mempunyai lingkup yang luas.
Penelitian hukum juga sangat terkait dengan cara seseorang peneliti hukum dalam
memaknai hukum. Terkadang hukum diartikan sebagai norma yang terlepas dari
kaitannya dengan masyarakat, namun adakalanya hukum dipandang sebagai kenyataan
sosial yang ada di tengah-tengah masyarakat.
Apapun
pengertian yang diberikan tentang penelitian hukum, yang jelas bahwa penelitian
hukum itu dilakukan secara sistematis, menggunakan pola berfikir tertentu yang
dilakukan terhadap hukum sebagai kaidah, ilmu pengetahuan ataupun sebagai
kenyataan empiris.
3.
Perkembangan Metode-Metode Penelitian
Hukum
Pada
mulanya metode penelitian yang dipergunakan oleh ilmu hukum adalah metode
penelitian yuridis dogmatis. Metode ini sangat erat kaitannya dengan metode
penelitian yang dipergunakan dalam filsafat. Metode penelitian yuridis dogmatis
masih bersifat deduktif dan idealistis tanpa mengkaitkan antara hukum tersebut
dengan masyarakat. Hal ini sesuai dengan paham para ilmuwan pada masa itu yang
masih menganggap bahwa pengembangan ilmu adalah semata-mata untuk keperluan
ilmu itu sendiri. Tokoh yang berpendirian demikian, misalnya Hans Kelsen dalam
bukunya Die Reine Rechtslehre.
Dalam
tahap berikutnya muncul pula aliran histories yang diprakarsai oleh Carl Von
Savigny. Aliran ini tidak saja memandang hukum sebagai ide, tetapi melihat
hukum sebagai sebuah gejala sosial. Dalam hal ini sangat terkenal pandangan
Carl Von Savigny yang menyatakan bahwa hukum tidak dibuat oleh manusia, tetapi
hukum itu tumbuh dan berkembang secara histories bersama-sama dengan masyarakat
yang bersangkutan.
Pemikiran
aliran histories ini kemudian berlanjut dengan pandangan para ahli hukum yang
menyatakan bahwa hukum itu bukan hanya norma-norma yang tersusun secara
sistematis, tetapi juga sekaligus hukum itu adalah sebuah gejala sosial. Oleh
karena itu timbullah aliran yang dikenal dengan aliran sosiologis yang
dipelopori oleh Eugene Ehrlich, murid utama dari Carl Von Savigny. Metode
penelitian hukum yang dipergunakan aliran ini adalah metode penelitian hukum
sosiologis.
Sesuai
dengan perkembangan zaman, ilmu hukum kemudian mengalami perkembangan kea rah functional
yurisprudence atau ilmu hukum
fungsional. Aliran yang dipelopori oleh Roscoe Pound ini menyatakan bahwa jurisprudence
is the eye of the law.[5] Menurut aliran ini hukum juga harus
memperhatikan ilmu-ilmu sosial lainnya, psikologi, ekonomi dan anthropologi.[6]
Oleh karena itu dewasa ini banyak diyakini bahwa penelitian hukum tidak bisa
lagi menggunakan satu metode saja atau cara berfikir saja, akan tetapi juga
menggunakan sejumlah variasi cara berfikir, sehingga dikenallah penelitian
multidisiplin.
4.
Tujuan Penelitian Hukum
Penelitian
hukum memiliki tujuan yang tidak banyak berbeda dengan penelitian sosial
lainnya, antara lain :
- untuk
mendapatkan pengetahuan tentang gejala hukum sehingga dapat dirumuskan
masalah secara tepat ;
- untuk
memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam mengenai suatu gejala hukum,
sehingga dapat dirumuskan hipotesa ;
- untuk
menggambarkan secara lengkap aspek-aspek hukum dari suatu keadaan,
perilaku individu atau perilaku kelompok tanpa didahului hipotesa ;
- untuk
mendapatkan keterangan tentang frekwensi peristiwa hukum ;
- untuk
memperoleh data mengenai hubungan antara satu gejala hukum dengan gejala
yang lain ;
- untuk
menguji hipotesa yang berisikan hubungan sebab akibat.
Disamping tujuan tersebut diatas,
penelitian hukum mempunyai sejumlah tujuan tertentu yang membedakannya dengan
penelitian sosial, antara lain :
- untuk
mendapatkan azas-azas hukum dari hukum positif yang tertulis atau dari
rasa susila warga masyarakat ;
- untuk
mengetahui sistematika dari suatu perangkat kaidah-kaidah hukum, yang
terhimpun dalam suatu kodifikasi atau peraturan perundang-undangan
tertentu ;
- untuk
mengetahui taraf sinkronisasi peraturan perundang-undangan baik secara
vertical maupun horizontal ;
- untuk
mengetahui perbandingan hukum tentang sesuatu hal dari sejumlah sistim
atau tata hukum yang berbeda ;
- untuk
mengetahui perkembangan hukum dari perspektif sejarah ;
- untuk
mengidentifikasi hukum-hukum tidak tertulis, seperti hukum adapt ataupun
kebiasaan ;
- untuk
mengetahui efektifitas dari hukum tertulis maupun tidak tertulis ;[7]
5.
Kegunaan Metode Penelitian Hukum
Sejumlah
kegunaan metode penelitian hukum dapat disebutkan sebagai berikut :
- untuk
mengetahui dan mengenal apakah dan bagaimanakah hukum positifnya mengenai
suatu masalah yang tertentu dan ini merupakan tugas semua sarjana hukum ;
- untuk
dapat menyusun dokumen-dokumen hukum (seperti gugatan, tuduhan, pembelaan,
putusan pengadilan, akta notaries, sertifikat, kontrak, dan sebagainya)
yang diperlukan oleh masyarakat. Hal ini menyangkut pekerjaan notaries,
pengacara, jaksa, hakim dan para pejabat pemerintah ;
- untuk
dapat menjelaskan atau menerangkan kepada orang lain apakah dan
bagaimanakah hukumnya mengenai peristiwa atau masalah yang tertentu. Hal
ini merupakan tugas utama para dosen dan penyuluh ;
- untuk
menulis ceramah, makalah, atau buku-buku hukum ;
- untuk
melakukan penelitian dasar (basic research) di bidang hukum,
khususnya dalam mencari asas hukum, teori hukum, dan system hukum,
terutama dalam hal penemuan dan pembentukan asas-asas hukum baru,
pendekatan hukum yang baru, dan sistim nasional yang baru ;
- untuk
menyusun rancangan undang-undang, atau peraturan perundang-undangan
lainnya (legislative drafting) ;
- untuk
menyusun rancangan pembangunan hukum, baik rencana jangka pendek dan
jangka menengah, terlebih untuk jangka panjang ;
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Tipologi Penelitian Hukum
Dalam
literature-literatur hukum tentang penelitian hukum banyak ditemukan variasi
tentang pembagian tipe-tipe penelitian hukum. Namun meskipun demikian
pengklasifikasian tipe penelitian hukum yang secara umum adalah sebagai berikut
:
1. penelitian hukum normative ; yang mencakup :
a. penelitian terhadap azas-azas hukum
;
b. penelitian inventarisasi hukum
positif ;
c. penelitian terhadap sistematika hukum
;
d. penelitian taraf sinkronisasi
vertical dan horizontal ;
e. penelitian hukum inkonkrito ;
f. penelitian hukum klinis ;
g. penelitian sejarah hukum ;
h. penelitian perbandingan hukum ;
2. penelitian hukum sosiologis atau empiris, mencakup :
a. penelitian hukum sosiologis ;
b. penelitian anthropologi hukum ;
c. penelitian terhadap identifikasi
hukum tidak tertulis ;
d. penelitian tentang efektifitas hukum
;
Perbedaan mendasar dari kedua
klasifikasi penelitian hukum tersebut terletak pada cara pandang peneliti
terhadap hukum. Dalam penelitian hukum normative, hukum dipandang sebagai norma
atau kaidah yang otonom terlepas dari hubungan hukum tersebut dengan
masyarakat. Sementara penelitian hukum empiris atau sosiologis, hukum dipandang
dalam kaitannya dengan masyarakat atau sebagai sebuah gejala sosial. Jadi dalam
klasifikasi ini hukum tidak dipandang
sebagai sebuah norma atau kaidah yang otonom.
1. Data
dan Sumber Data dalam Penelitian Hukum
Seperti
halnya penelitian sosial yang membedakan antara data primer dan data sekunder,
maka penelitian hukum pun mengenal pula pembedaan tersebut. Sepanjang yang
diteliti adalah perilaku hukum dari individu atau masyarakat, maka data yang
dipergunakan adalah data primer yang dapat diperoleh melalui observasi, dan wawancara.
Di
samping itu penelitian hukum juga mengenal data sekunder, yang dapat dibedakan
berdasarkan kekuatan mengikatnya sebagai berikut :
1. bahan hukum
primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, terdiri dari :
a. norma atau kaidah dasar, yakni
Undang-Undang Dasar 1945 ;
b. ketetapan-ketetapan Majelis
Permusyawaraan Rakyat ;
c. peraturan
perundang-undangan, yakni Undang-Undang dan peraturan yang setaraf, peraturan
pemerintah, peraturan presiden, peraturan-peraturan daerah ;
d. bahan hukum yang
tidak dikodifikasikan, seperti hukum adapt dan kebiasaan ;
e. yurisprudensi ;
f. traktat
g. bahan-bahan hukum
peninggalan penjajah yang sampai sekarang masih dipergunakan seperti KUH
Perdata, KUH Pidana, dan lain sebagainya ;
2. bahan hukum sekunder, yakni bahan hukum yang
menjelaskan bahan hukum primer seperti hasil-hasil penelitian dan tulisan para
ahli hukum, rancangan undang-undang, dan lain sebagainya ;
3. bahan hukum tertier, yakni bahan hukum yang
dapat memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
sekunder, seperti kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan lain sebagainya.
Sebagai
bahan perbandingan di Amerika Serikat, dikenal sejumlah bahan hukum sebagai
sumber data penelitian hukum, antara lain :
- annotated
statutes, yakni komentar yang lengkap dari para
ahli maupun praktisi tentang undang-undang yang baru dikeluarkan ;
- annotated
report, yakni dokumen yang membahas semua segi
yang menyangkut sebuah putusan yang telah dikeluarkan hakim pengadilan,
terutam hakim pengadilan tinggi dan mahkamah agung. Dokumen ini selain
menjelaskan azas-azas atau kaidah yang dipergunakan dalam putusan juga
menjelaskan perbandingannya dengan putusan-putusan terdahulu atas perkara
yang hamper sama ;
- encyclopaedia,
yakni buku yang memuat defenisi dan perumusan tentang konsep-konsep hukum
yang disusun menurut topik tertentu atau menurut abjad. Biasanya
ensiklopedi terdiri dari ensiklopedi hukum secara hukum, ensiklopedi hukum
lokal, dan ensiklopedi hukum mengenai masalah-masalah atau subjek tertentu
;
- citator,
yakni buku hukum yang menjelaskan tentang putusan pengadilan. Citator
umumnya berisi penjelasan tentang apakah suatu putusan pengadilan
dikuatkan oleh putusan yang lain, putusan pengadilan yang lebih tinggi,
atau apakah sebuah dalil dalam suatu putusan pengadilan telah diubah atau
dikesampingkan oleh keputusan berikutnya ;
- digest,
yaitu kumpulan putusan pengadilan berdasarkan subjek tertentu. Digest
tidak berisi komentar atau analisis, oleh karena itu digest tak ubahnya
sebuah indeks yang mempermudah untuk menemukan sebuah putusan pengadilan.
Di Amerika Serikat, digest tidak dirujuk sebagai bahan penelitian, karena
dipandang hanya sebagai sebuah buku petunjuk ;
- form
books, yakni buku-buku yang berisi contoh
formulir atau dokumen-dokumen hukum yang sering dipraktekkan oleh para
praktisi hukum, seperti notaries, pengacara, penuntut maupun pengadilan.
Di Indonesia form books yang banyak dipergunakan adalah yang dibuat
oleh Prof. Dr. Mr. Sudargo Gautama ;
2. PENELITIAN
HUKUM NORMATIF/ DOKTRINAL
Penelitian
hukum normative terutama dilakukan untuk meneliti hukum dalam pengertian ilmu
hukum sebagai ilmu tentang kaidah atau apabila hukum dipandang sebagai sebuah
kaidah yang perumusannya secara otonom tanpa dikaitkan dengan masyarakat. Dalam
penelitian hukum normative, umumnya diterima bahwa data dasar yang diperlukan
adalah data-data sekunder.
B.
Tipologi Penelitian Hukum Normatif/ Doktrinal
1. Penelitian Inventarisasi Hukum Positif
Penelitian
inventarisasi merupakan sebuah kegiatan penelitian pendahuluan sebelum seorang
peneliti lebih jauh melangkah pada penelitian inconcrito, penelitian asas,
penelitian taraf sinkronisasi vertical dan horizontal, penelitian perbandingan
hukum dan penelitian hukum lainnya. Dengan demikian hasil penelitian
inventarisasi hukum positif merupakan data dasar yang wajib dimiliki oleh
seorang peneliti hukum normative.
Kegiatan
penelitian inventarisasi hukum positif sangat tergantung pada konsepsi si
peneliti tentang apa yang menjadi hukum positif, karena yang akan
diinventarisir oleh si peneliti adalah apa yang dipandangnya sebagai hukum
positif. Berdasarkan hal tersebut umumnya terdapat tiga konsepsi yang berbeda
tentang hukum positif, yakni :
1. konsepsi kaum legis-positipis yang menyatakan
hukum identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat serta diundangkan oleh
lembaga atau pejabat negara yang berwenang. Dengan konsepsi yang demikian, maka
si peneliti hanya akan mengumpulkan peraturan perundang-undangan yang tertulis
saja. Sementara peraturan hukum lainnya meskipun berlaku ditengah masyarakat
akan tetapi tidak dalam bentuk tertulis tidak menjadi focus dari penelitian,
karena dipandang sebagai peraturan nonhukum.
2. konsepsi sosiologis yang memandang kaidah
hukum tidak saja berupa peraturan perundang-undangan tertulis, tetapi juga
termasuk dan yang utama adalah segala aturan yang secara de facto diikuti atau
dipatuhi oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Pada penelitian ini
peneliti lebih focus pada perilaku actual dari anggota-anggota masyarakat dan
kemudian melakukan abstraksi terhadap perilaku actual tersebut sehingga
dihasilkan suatu norma hukum yang menjadi dasar bertindak atau berperilaku
masyarakat tersebut.
3. konsepsi yang memandang bahwa hukum identik
dengan putusan-putusan hakim di pengadilan dan keputusan para pengetua adat.
Berdasarkan konsepsi yang demikian, maka penelitian ditekankan pada pengumpulan
keputusan-keputusan hakim atau pengetua-pengetua adat dalam memutuskan sebuah
konflik hukum yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Soetandyo
Wignjosoebroto mengatakan terdapat tiga kegiatan pokok yang harus dikerjakan
dalam penelitian inventarisasi hukum positif, yakni :(1). Menetapkan criteria
identifikasi untuk menyeleksi manakah norma-norma yang harus disebut sebagai
norma hukum positif, dan mana yang harus dikelompokkan sebagai norma sosial
atau nonhukum. (2). Melakukan koreksi terhadap norma-norma yang teridentifikasi
sebagai norma hukum positif. (3). Mengorganisasikan norma-norma yang sudah
berhasil diidentifikasi dan dikumpulkan itu ke dalam suatu system yang
komprehensif.[8]
Dengan
demikian penelitian inventarisasi hukum positif bukanlah sebatas pada aktifitas
untuk mengumpulkan peraturan semata, akan tetapi juga memberikan koreksi dan
juga menyusun peraturan-peraturan tersebut dalam sebuah system yang komprehensif.
2. Penelitian Hukum untuk Perkara In-Concrito
Tujuan
utama dari sebuah penelitian hukum untuk perkara inconcrito adalah untuk
menguji apakah sebuah postulat normative dapat atau tidak dapat dipergunakan
atau diterapkan untuk sebuah perkara konkrit. Penelitian banyak dilakukan oleh
para penegak hukum seperti polisi, jaksa, hakim dan pengacara, karena tugas
utama mereka terkait langsung dengan penegakan norma hukum positif terhadap
peristiwa-peristiwa hukum inkonrito. Meskipun demikian penelitian ini juga
penting bagi para dosen dan para mahasiswa hukum yang menyelesaikan tugas akhir
(khususnya penulisan skripsi).
Keberhasilan
penelitian hukum untuk perkara inkonkrito sangat dipengaruhi oleh kemampuan
peneliti dalam mengumpulkan fakta-fakta yang akurat dan valid tentang sebuah
peristiwa konkrit yang menjadi objek penelitian. Tanpa fakta-fakta tersebut
peneliti akan mengalami kesulitan untuk mengkonstruksikan secara tepat
peristiwa konkrit yang terjadi. Oleh karena kemampuan investigasi yang didukung
oleh kemampuan akses terhadap pengumpulan fakta dalam peristiwa konkrit sangat
menentukan. Di samping itu inventarisasi norma hukum positif yang dipandang
relevan dengan peristiwa konkrit juga menentukan hasil analisis. Oleh karena
itu, penelitian ini sangat didukung oleh kemampuan peneliti melakukan
penelitian hukum inventarisasi hukum positif.
Dengan
demikian ada dua tahapan pengumpulan data yang wajib dilakukan oleh peneliti
yang melakukan penelitian tipe ini, yakni : 1. searching for the relevant fact,
yang terkandung dalam perkara hukum (peristiwa hukum konkrit) yang sedang
dihadapi), 2. searching for the relevant abstract legal prescription,
yang terdapat dan terkandung dalam rumusan hukum positif yang berlaku.
Logika
penalaran dalam analisis penelitian hukum untuk perkara inkonkrito
mempergunakan logika silogisme. Dalam logika berfikir yang demikian,
norma-norma hukum positif yang berlaku saat itu, dipandang sebagai hukum
positif in-abstracto. Norma hukum positif ini dalam proses analisis dijadikan
sebagai premise mayor atau sebagai kondisi ideal atau yang seharusnya.
Sedangkan fakta-fakta relevan terkait dengan peristiwa konkrit dijadikan
sebagai premise minor. Melalui cara berfikir silogisme akan ditentukan
kesimpulan apakah premise mayor tadi sesuai atau tepat untuk diterapkan pada
peristiwa hukum konkrit yang terjadi.
C. Penelitian
Hukum untuk Menemukan Asas dan Doktrin Hukum
Sesuai
nama yang diberikan kepadanya tipe penelitian hukum normative ini bertujuan
untuk menemukan asas atau doktrin dalam hukum positif yang berlaku, sehingga
penelitian ini sering juga disebut dengan studi dogmatic atau doctrinal
research. Mengingat bahwa objek penelitian adalah hukum positif yang akan
dicari asas atau doktrin hukum yang mendasarinya, maka penelitian ini akan
sangat dipengaruhi oleh konsepsi yang dipergunakan dalam memandang hukum
positif. Jika hukum positif dikonsepsikan sebagai kaidah tertulis yang
dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki otoritas, maka asas yang akan dicari
adalah pada peraturan perundang-undang tertulis saja. Demikian pula jika hukum
positif dikonsepsikan tidak saja pada aturan tertulis, maka pencarian asas atau
doktrin ditujukan baik terhadap hukum positif tertulis, maupun tidak tertulis
yang tumbuh berkembang dan dipatuhi oleh masyarakat dalam kehidupan
sehari-hari.
Oleh
karena itu, dapat dikatakan bahwa keberlangsungan penelitian untuk menemukan
asas dan doktrin hukum ini sangat didukung oleh selesai atau tidak selesainya
penelitian inventarisasi hukum positif. Langkah awal yang dilakukan peneliti
tipe ini adalah menyelesaikan terlebih dahulu penelitian inventarisasi hukum
positif sesuai konsepsi atas hukum positif yang dipergunakan. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa hasil inventarisasi hukum positif adalah pre-determinan
hasil akhir setiap penelitian doctrinal.
Logika
penalaran yang dipergunakan dalam analisis penelitian hukum normative untuk
menemukan asas dan doktrin adalah logika induktif. Prosedur logika dimulai dari
pengumpulan hukum positif yang relevan
dengan sasaran penelitian. Selanjutnya dilakukan proses abstraksi dari
kadah-kaidah hukum positif tersebut sehingga ditemukan sebuah pemikiran yang
lebih umum, luas, dan abstrak. Jika hasil abstraksi tidak bisa diabstraksi
lebih lanjut, maka hasil abstraksi tersebutlah yang kemungkinan besar merupakan
asas atau doktrin dari hukum positif yang diteliti.
Untuk
memudahkan pemahaman tentang asas, maka ada baiknya dikekumakan sejumlah contoh
yang dikemukan Prof. Mahadi, sebagai berikut :
- “
kabau tagak, kubang tingga” (kerbau berdiri, kubangan tinggal). Norma
hukum positifnya dapat dikaitkan dengan masalah hak ulayat yang berbunyi :
a. bila seorang warga telah meninggalkan tanah ulayat, maka tanah tersebut
akan kembali kepada kekuasaan persekutuan. Dengan perkataan lain, apabila
seorang warga menggunakan harta milik umum dan ia meninggalkannya, maka
haknya atas harta umum tersebut diserahkan kepada orang lain. b. dengan
demikian, warga lain dapat meminta kepala persekutuan supaya diberi ijin
untuk menguasai tanah bersangkutan ;
- “kok
lambuik halantak, kok kareh babatu, sawah bapiriang, padang babintalak”
(jika lunal ditanam tonggak, jika keras diberi tanda batu, sawah
berpiring, padang mempunyai batas-batas). Norma hukum yang dapat dikaitkan
dengan asas ini antara lain dalam hukum pertanahan yang menyatakan tanah
yang dikuasai oleh sesorang hendaklah memiliki batas-batas yang jelas.
Oleh karena itu, tanah yang dipintakan oleh warga masyarakat untuk
dikeluarkan sertifikat kepemilikannya, maka haruslah terlebih dahulu
diukur pemerintah batas-batas yang jelas dari tanah tersebut. ;
- “togu
urat ni tobu, toguan urat ni padan” (kuat urat tebu, lebih kuat lagi janji
yang sudah diberikan). Asas ini
dapat dijabarkan dalam sebuah norma dalam hukum perjanjian yang menyatakan
bahwa janji harus ditepati. Hukum positifnya seperti tercantum dalam Pasal
1338 KUH Perdata bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
- “
haraouta jak haboh, haraou oh tendong” (harta yang dicari sendiri boleh
habis, harta dikampung tidak). Norma yang terkait dengan asas ini misalnya
harta pencarian terserah pada kekuasaan pemiliknya, harta kampong, famili
keluarga, kembali ke asal. Sedangkan norma hukum positifnya kira-kira
berbunyi “harta pencarian selama perkawinan penggunaannya ditentukan oleh
kehendak suami/istri.”[9]
D. Penelitian
terhadap Sistimatik Hukum
Penelitian
terhadap sistematik hukum dapat dilakukan pada peraturan perundang-undang atau
hukum yang tertulis. Tujuan utama dari tipe penelitian hukum normative ini adalah
untuk mengadakan identifikasi terhadap sejumlah pengertian-pengertian dasar
dalam hukum (peraturan perundang-undangan), misalnya pengertian masyarakat
hukum, objek hukum, subjek hukum, peristiwa hukum, hak dan kewajiban dan lain
sebagainya. Penelitian ini penting mengingat bahwa masing-masing pengertian
dasar tersebut mempunyai arti tertentu dalam kehidupan hukum
E. Penelitian
terhadap Taraf Sinkronisasi
Penelitian
hukum normative tipe pengujian taraf sinkronisasi ditujukan untuk mengetahui
kesesuaian/ kesinkronan substansi yang terkandung dalam satu peraturan dengan
peraturan yang lain yang saling berkaitan, baik yang sifatnya antar peringkat
peraturan maupun antara sesame peraturan yang berada pada satu peringkat
(tingkat). Oleh karena itu, penelitian terhadap taraf sinkronisasi selalu
dibedakan menjadi dua bentuk/ jenis, yakni penelitian taraf sinkronisasi
vertical dan horizontal.
1. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal
Penelitian
terhadap taraf sinkronisasi vertical ditujukan untuk menguji taraf kesinkronan
antar peraturan perundang-undangan yang berada pada level atau peringkat
perundang-undangan. Postulat dasar yang dipergunakan dalam analisis adalah
bahwa peraturan yang lebih rendah tingkatnya seharus substansinya tidak boleh
bertentangan dengan peraturan lain yang peringkatnya lebih tinggi.
Oleh
karena itu dalam penelitian ini, peneliti harus memahami tentang tata urutan
perundang-undangan yang berlaku. Di Indonesia misalnya TAP MPR RI No. III Tahun
2000 menetapkan tata urutan peraturan perundang-undang di mulai dari UUD 1945,
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah. Oleh karena itu substansi
sebuah undang-undang tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar,
demikian seterusnya. Penelitian semacam ini sangat berguna terutama untuk
menguji keabsahan substansi peraturan, khususnya pada saat pengujian dalam
judicial review di Mahkamah Agung atau gugatan yang diajukan ke Mahkamah
Konstitusi untuk menguji substansi sebuah Undang-Undang.
2. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi horizontal
Jika
penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertical ditujukan terhadap substansi
peraturan yang berbeda peringkat, maka penelitian taraf sinkronisasi horizontal
ditujukan untuk menguji kesinkronan substansi antar peraturan yang berada pada
posisi/ peringkat yang sama, misalnya antara sesama Undang-Undang, sesama
Peraturan Pemerintah dan seterusnya.
Terlepas
dari sub klasifikasi penelitian sinkronisasi tersebut diatas, maka peneliti
yang melakukan penelitian taraf sinkronisasi harus terlebih dahulu mengetahui
informasi tentang isu-isu dari substansi hukum yang akan diuji taraf
sinkronisasinya. Di samping itu, peneliti yang melakukan tipe penelitian ini
harus menguasai metode analisis normative yang menggunakan pendekatan content
analysis (analisis isi). Metode ini sangat berperan dalam menganalisis
substansi masing-masing peraturan yang akan diuji taraf sinkronisasinya.
F.
Penelitian Perbandingan Hukum
Dalam
penelitian hukum metode penelitian perbandingan hukum sering dipergunakan untuk
melihat perbandingan atas penyelesaian atau pengaturan masalah yang sedang
diteliti dalam system hukum atau tata hukum yang lain. Dengan memperbandingkan
hal tersebut peneliti memiliki informasi tentang masalah yang ingin dipecahkan
dalam tinjauan system hukum yang lain.
Penelitian
perbandingan hukum sering dilakukan dengan memperbandingkan unsur-unsur yang
terdapat dalam suatu system hukum, antara lain mencakup : (a) substansi hukum
yang mencakup perangkat peraturan dan perilaku teratur dari masyarakat, (b).
struktur hukum, mencakup lembaga-lembaga hukum, dan (c). budaya hukum mencakup
perangkat nilai yang diyakini dan yang dianut oleh suatu masyarakat hukum yang
mendasari persepsi, pandangan, cita-cita, keinginan dan harapan masyarakat
tersebut terhadap hukum. Adakalanya perbandingan dilakukan terhadap
masing-masing unsur secara sendiri-sendiri atau terpisah, atau
memperbandingkannya secara kumulatif.
Sunaryati
Hartono, membagi dua metode penelitian perbandingan hukum, yakni penelitian
perbandingan hukum fungsional dan structural. Penelitian perbandingan hukum
fungsional ditujukan untuk mencari cara bagaimana suatu peraturan atau pranata
hukum dapat menyelesaikan suatu masalah sosial atau ekonomi, atau bagaimana
suatu pranata hukum atau pengaturan suatu pranata sosial atau ekonomi dapat
menghasilkan perilaku yang diinginkan. Penelitian ini juga dipergunakan untuk
meneliti the existing national law in its day to day practice, and the law in
action dari setiap system atau pranata atau kaidah hukum yang dibandingkan.
Dalam kaitan ini, nilai lebih dari metode ini adalah bahwa ia mencari dan
menguji bagaimana suatu penyelesaian atau peraturan hukum yang diusulkan untuk
mengatasi suatu masalah, sosial, ekonomi, politik dan lainnya itu benar-benar
bekerja dan berfungsi dalam masyarakat. Metode ini juga akan menguji dampak
terhadap berlakunya suatu peraturan atau pranata baru dalam sebuah masyarakat.
Penelitian
perbandingan hukum structural atau sistematik terutama berusaha untuk menyusun
suatu system yang dipergunakan sebagai referensi dalam mengadakan
perbandingan-perbandingan. System termaksud dapat saja berupa system yang
konkrit, abstrak, konseptual, terbuka atau tertutup. Penelitian perbandingan
hukum jenis ini digunakan oleh peneliti yang menganggap bahwa tidaklah mungkin
membandingkan dua atau lebih system hukum dari masyarakat yang berbeda ideology
sosial-ekonominya. Oleh karena itu terlebih dahulu diperlukan pendekatan
sistemik yang memperhatikan interaksi antara hukum dan kondisi sosial ekonomi setempat.[10]
BAB III
KESIMPULAN
metodologi penelitian adalah arti ilmu tentang cara-cara yang sistematis
untuk menambah pengetahuan baru atas pengetahuan yang sudah ada, untuk memperkuat
atau menyangkal teori yang sudah ada itu dengan cara yang dapat dikomunikasikan
dan dapat dinilai kembali kebenarannya.
Sedangkan metodologi dalam setiap penelitian hukum adalah menguraikan
tentang tata cara bagaimana suatu penelitian hukum itu harus dilaksanakan.
Sebagai uraian tentang tata cara (teknik) penelitian yang harus dilakukan, maka
Metodologi Penelitian Hukum pada pokoknya mencakup uraian mengenai :
1. Metode yang akan
dipergunakan
2. Tipe penelitian yang
dilakukan
3. Metode populasi dan
sampling
Dalam metodologi penelitian hukum atau metode penelitian hukum terdapat
beberapa kategori yakni:
1. Berdasarkan fokus
kajiannya
a. Metode penelitian normative
b. Metode penelitian normatif-empiris
c. Metode penelitian empiris
2. Berdasarkan Sudut
Bentuknya
a. Metode Penelitian Diagnostik
b. Metode Penelitian Preskriptif
c. Metode Penelitian Evaluatif
3. Berdasarkan Sudut
Penerapannya
a. Penelitian Murni
b. Penelitian Terapan
c. Fokus Masalah.
4. Berdasarkan Sudut
Tujuannya
a. Penelitian Fact Finding
b. Penelitian Problem Identification
c. Penelitian Problem Solution
DAFTAR PUSTKA
Hartono, Sunaryati. Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20.
Bandung : Alumni. 1994.
Hilman Hadikusuma, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu
Hukum, Mandar Maju, Bandung, 1995, hlm. 65.
Ibrahim, Johnny Teori, Metode dan Penelitian Hukum Normatif. Bayumedia
Publising : Jawa Timur. 2007.
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri,
Cetakan Kelima, Jakarta : Ghalia Indonesia. 1994.
Sedarmayanti & Syarifudin Hidayat, Metodologi Penelitian. Bandung :
CV. Mandar Maju. 2002.
Soekanto, Soerjono & Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif (Suatu
Tinjauan Singkat), Jakarta : Rajawali Pers. 2001.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Peneltian Hukum, Universitas Indonesia
(UI) Press : Jakarta. 1986.
Sugono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta : Raja Grafindo
Pustaka. 2011
Wignjosoebroto, Soetandyo. Hukum, Paradigma Metode dan Dinamika
Masalahnya, Editor : Ifdhal Kasim et.al., Elsam dan Huma. Jakarta. 2002.
[1] Soejono, SH, Metode
Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Cetakan Kedua, Jakarta, 2003, Hal. 110.
[2]
Ibid., Hal. 110
[3] Soerjono Soekanto, Pengantar
Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Pers, Cetakan Ketiga, Jakarta,
1986, Hal. 43.
[4]
Wignyosoebroto, Penelitian Hukum Doktriner, BPHN, Jakarta, 1974, Hal. 89
[5] Harun Al Rasyid, “Kumpulan
Kuliah Hukum Tata Negara”, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, Hal. 24
[6] Sunaryati Hartono, Penelitian
Hukum di Indonesia pada Akhir Abad Ke-20, Alumni Bandung, 1994, Hal.
121-123
[7]
Soerjono Soekanto, Pengatar Penelitian Hukum, op.cit., Hal. 49-50
[8] Soetandyo Wignjosoebroto,
“Penelitian Hukum, Sebuah Tipologi, Majalah Masyarakat Indonesia, Tahun
Ke-I, No.2, 1974
[9] Mahadi, ”Suatu
Perbandingan antara Penelitian Masa Lampau dengan Metode Penelitian Dewasa ini
dalam Menemukan Asas-asas Hukum”, Kertas Kerja, 10-13 Nopember, 1980.
[10]
Sunaryati Hartono, op.cit, Hal. 173-174
Segera daftarkan diri anda dan bermainlah di Agen Poker, Domino, Ceme dan capsa Susun Nomor Satu di Indonesia AGENPOKER(COM)
BalasHapusJadilah jutawan hanya dengan modal 10.000 rupiah sekarang juga !